Senin, 30 Juni 2014

TUGAS SOFTSKILL KEEMPAT



Dampak Penggunaan Merkuri Dalam Aktivitas Penambangan Emas Di Aceh

Sebelum membahas dampak dari penggunaan merkuri ada baiknya penulis menjelaskan terlebih dahulu apa itu merkuri. Merkuri atau hydrargyrum (bahasa Latin: Hydrargyrum, air/cairan perak) atau dapat disebut pula sebagai raksa adalah unsur kimia pada tabel periodik dengan simbol Hg dan nomor atom 80. Unsur golongan logam transisi ini berwarna keperakan dan merupakan satu dari lima unsur (bersama cesium, fransium, galium, dan brom) yang berbentuk cair dalam suhu kamar, serta mudah menguap. Hg atau merkuri akan memadat pada tekanan 7.640 Atm. Kelimpahan Hg di bumi menempati di urutan ke-67 di antara elemen lainnya pada kerak bumi. Di alam, merkuri (Hg) ditemukan dalam bentuk unsur merkuri (Hg0), merkuri monovalen (Hg1+), dan bivalen (Hg2+).
 Merkuri banyak digunakan sebagai bahan amalgam gigi, termometer, barometer, dan peralatan ilmiah lain, walaupun penggunaannya untuk bahan pengisi termometer telah digantikan (oleh termometer alkohol, digital, atau termistor) dengan alasan kesehatan dan keamanan karena sifat toksik yang dimilikinya. Unsur ini diperoleh terutama melalui proses reduksi dari cinnabar mineral. Densitasnya yang tinggi menyebabkan benda-benda seperti bola biliar menjadi terapung jika diletakkan di dalam cairan raksa hanya dengan 20 persen volumenya terendam. Selain untuk kegiatan penambangan emas, logam merkuri digunakan dalam produksi gas khlor dan soda kaustik, termometer, tambal gigi, dan baterai. Merkuri dapat berada dalam berbagai senyawa. Bila bergabung dengan khlor, belerang atau oksigen, merkuri akan membentuk garam yang biasanya berwujud padatan putih. Garam merkuri sering digunakan dalam krim pemutih dan krim antiseptik. Merkuri anorganik (logam dan garam merkuri) terdapat di udara dari deposit mineral, dan dari area industri. Merkuri yang ada di air dan tanah terutama berasal dari deposit alam, buangan limbah, dan aktivitas volkanik.
Seperti yang telah dijelaskan diatas akan penggunan merkuri dalam aktivitas penambangan emas, maka kali ini penulis akan membahas penggunaan merkuri di area penambangan Aceh. Tidak hanya di Aceh Utara, di Kabupaten Aceh Selatan pun limbah mercury banyak bertebaran pada areal pengolahan emas tradisional di Gunung Alue Buloh, Desa Panton Luas, Kecamatan Sawang. Tambang emas di kawasan Gunung Alue Buloh, Sawang itu sendiri adalah milik daerah sehingga merupakan asset pemerintah kabupaten Aceh Selatan. Tempat pengolahan emas gelondongan di Sawang sudah mencapai 114 unit (Serambinews.com).
Pada penambangan emas tradisional, merkuri digunakan untuk memisahkan butiran emas dari tanah, pasir atau bebatuan. Para penambang emas tradisional demi mendapatkan butiran emas, setiap hari mengguyurkan merkuri ke pasir, tanah, dan bebatuan. Di Kecamatan Sawang terdapat sungai Krueng Sawang yang airnya diperkirakan sudah terkontaminasi limbah merkuri karena bagian terbesar dari limbah merkuri itu hanyut ke sungai selain terserap oleh tanah. Penambang emas juga kadang menggunakan Tromol, sebuah alat berat pengolahan biji dan pasir menjadi emas dengan menggunakan air keras.
Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2010, limbah mercury banyak bertebaran pada areal pengolahan emas tradisional di Gunung Alue Buloh, Desa Panton Luas, Kecamatan Sawang. Tambang emas di kawasan Gunung Alue Buloh, Sawang itu sendiri adalah milik daerah sehingga merupakan asset pemerintah kabupaten Aceh Selatan. Tempat pengolahan emas gelondongan di Sawang sudah mencapai 114 unit. Sedangkan pada akhir tahun 2013. Penelitian Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Jaya dengan mengambil sampel air dan tanah di beberapa titik dalam kota Calang menyimpulkan telah terjadi pencemaran merkuri (Hg). Hasil ini kemudian dikonfirmasi kembali selang dua bulan kemudian oleh Laboratorium BTKL PP Kelas I Medan dengan hasil yang hampir sama. Penelitian yang serupa dilakukan oleh mahasiswa pasca Sarjana Unsyiah beberapa tahun lalu di Sungai Kr. Sabee juga menyatakan sungai tersebut telah tercemar limbah merkuri.
   Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Kabupaten Aceh Jaya, Dahnial SKM yang ditemui beberapa waktu lalu menjelaskan bahwa titik-titik yang menjadi pengambilan sampel merupakan lokasi yang berdekatan dengan tempat pengolahan emas. Pemerintah Aceh Selatan berada pada situasi dilematis  antara kepentingan ekonomi, dan ekologi. Apabila penambangan emas tradisional itu dihentikan dan ditutup maka akan berdampak pada perekonomian masyarakat sekitar, sementara bila dibiarkan akan mengancam keselamatan dan kesehatan masyarakat sebagai dampak negatif dari bahan berbahaya dan beracun (B3) limbah merkuri. Solusi yang dipertimbangkan adalah menggunakan zat lain yang ramah lingkungan untuk memisahkan emas sebagai logam mulia dari tanah, pasir, atau bebatuan. Dibawah ini merupakan aktivitas penambangan emas di Aceh.
Ekstraksi emas dengan memakai merkuri di tambang tradisional Sawang Aceh Selatan | Foto: Firman Hidayat

Penambangan liar ini secara langsung memicu penggunaan merkuri besar-besaran untuk memurnikan emas dari material lain. Limbah merkuri yang dihasilkan dibuang begitu saja ke lingkungan sekitar tanpa melalui pengolahan. Limbah dibuang ke tanah dan ke aliran sungai yang berbahaya bagi makhluk hidup. Selain itu penambangan liar menghancurkan hutan Ulu Masen. Beberapa tahun lalu, seorang mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Konservasi Sumber Daya Lahan Universitas Syiah Kuala yang bernama Iwandikasyah juga melakukan penelitian kandungan merkuri di daerah aliran sungai (DAS) Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya. Ia meneliti dampak limbah merkuri akibat aktivitas penambangan secara tradisionil dan semi modern.
Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa merkuri pada sedimen (hulu, median, dan hilir) di aliran Krueng Sabee berbahaya dan nilainya di atas ambang batas sebagaimana ditetapkan dalam Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Baku Mutu Kualitas Air Bersih sebesar 0,001 mg/l. Yang lebih mengkhawatirkan lagi kandungan merkuri pada biota di daerah hulu, median, dan hilir di aliran Krueng Sabee berbahaya dan nilainya di atas ambang batas. Menurut Iwandikasyah, bila kondisi ini terus dibiarkan, akan berdampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan warga yang menetap di daerah aliran sungai tersebut.
Iwandikasyah memperkirakan estimasi penggunaan merkuri perharinya mencapai 3 kg/hari/unit (0,75 kg x 4 penggilingan/hari). Jumlah kilang yang beroperasi lebih kurang 100 unit, maka pemakaian merkuri perharinya mencapai 300 kg/hari, 70 % terjadi penyusutan dan 30 % hilang terbawa air (terbuang dalam bentuk limbah), sehingga yang beredar di lingkungan masyarakat adalah 90 kg/hari. “Sehingga saya menyimpulkan bahwa limbah yang terdibuang bersama air ke aliran sungai Krueng Sabee di perkirakan sebesar 32.400 kg/tahun atau sekitar 32,4 ton/tahun,” jelasnya.
Ancaman Penyakit
Dari aspek kesehatan masyarakat, limbah merkuri dapat menimbulkan penyakit berbahaya yang dapat menyerang sistem saraf dan otak manusia melalui aliran darah yang disebut Minamata Disease (Penyakit Minamata). Bahaya merkuri akan terlihat lima hingga 20 tahun mendatang. Gejala klinis seseorang yang menderita Penyakit Minamata adalah kerusakan pada otak, gagap bicara, hilangnya kesadaran, sulit tidur, kaki dan tangan terasa dingin, gangguan penciuman, bayi-bayi yang lahir cacat hingga menyebabkan kematian. Penyakit Minamata dapat juga menyerang hewan yang menghirup udara yang mengandung merkuri atau memakan bahan makanan yang tercemar merkuri. Nama minamata ini diambil berdasarkan munculnya Minamata Disease, pada 1956 sekitar 2.000-3.000 jiwa penduduk kota Minamata, Jepang di dera penyakit aneh akibat pencemaran limbah mercury atau juga disebut air raksa di teluk Minamata. Berikut ini penulis juga akan melampirkan mengenai dampak dari penggunaan merkuri terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas penambangan emas yang sembrono.
Penyakit Minamata yang Diderita Masyarakat
Oleh: Riyadi Blog
Dampak Merkuri terhadap lingkungan
Para penambang emas tradisional menggunakan merkuri untuk menangkap dan memisahkan butir-butir emas dari butir-butir batuan. Endapan Hg ini disaring menggunakan kain untuk mendapatkan sisa emas. Endapan yang tersaring kemudian diremas-remas dengan tangan. Air sisa-sisa penambangan yang mengandung Hg dibiarkan mengalir ke sungai dan dijadikan irigasi untuk lahan pertanian. Selain itu, komponen merkuri juga banyak tersebar di karang, tanah, udara, air, dan organisme hidup melalui proses fisik, kimia, dan biologi yang kompleks.

Merkuri dapat terakumulasi dilingkungan dan dapat meracuni hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Acidic permukaan air dapat mengandung signifikan jumlah raksa. Bila nilai pH adalah antara lima dan tujuh, maka konsentrasi raksa di dalam air akan meningkat karena mobilisasi raksa dari dalam tanah. Setelah raksa telah mencapai permukaan air atau tanah dan bersenyawa dengan karbon membentuk senyawa Hg organik oleh mikroorganisme (bakteri) di air dan tanah. Senyawa Hg organik yang paling umum adalah methyl mercury, suatu zat yang dapat diserap oleh sebagian besar organisme dengan cepat dan diketahui berpotensi menyebabkan toksisitas terhadap sistem saraf pusat.
Bila mikroorganisme (bakteri) itu kemudian termakan oleh ikan, ikan tersebut cenderung memiliki konsentrasi merkuri yang tinggi. Ikan adalah organisme yang menyerap jumlah besar methyl raksa dari permukaan air setiap hari. Akibatnya, methyl raksa dapat ikan dan menumpuk di dalam rantai makanan yang merupakan bagian dari mereka. Efek yang telah raksa pada hewan adalah kerusakan ginjal, gangguan perut, intestines kerusakan, kegagalan reproduksi DNA dan perubahan.
Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan dari Tremor Sampai ke Kematian
Dalam lingkungan perairan, merkuri anorganik dikonversi oleh mikroorganisme menjadi metil merkuri yang sangat beracun dan sangat mudah terserap ke dalam jaringa. Sekitar 90% kandungan merkuri dalam ikan berupa metil merkuri (Ramade F dalam Martono, 2005). Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa sekitar 95% metil merkuri yang masuk ke dalam tubuh diserap oleh usus yang sebagian besar tertahan dalam jaringan tubuh, dan kurang dari 1% yang dikeluarkan lagi dari dalam tubuh (Mason CF dalam Martono, 2005).      
Perairan yang telah tercemar logam berat merkuri bukan hanya membahayakan komunitas biota yang hidup dalam perairan tersebut, tetapi juga akan membahayakan kesehatan manusia. Hal ini karena sifat logam berat yang persisten pada lingkungan, bersifat toksik pada konsentrasi tinggi dan cenderung terakumulasi pada biota (Kennish dalam Masriani, 2003). Senyawa metil merkuri yang merupakan hasil dari limbah penambangan emas masuk ke dalam rantai makanan, terakumulais pada ikan dan biota sungai. Oleh karena itu manusia akan mengalami keracunan jika memakan ikan dan biota perairan yang tercemar logam tersebut.
Sulit untuk menduga seberapa besar akibat yang ditimbulkan oleh adanya logam berat dalam tubuh. Namun, sebagian besar toksisitas yang disebabkan oleh beberapa jenis logam berat seperti Pb, Cd, dan Hg adalah karena kemampuannya untuk menutup sisi aktif dari enzim dalam sel. Hg mempunyai bentuk kimiawi yang berbeda-beda dalam menimbulkan keracunan pada mahluk hidup, sehingga menimbulkan gejala yang berbeda pula. Toksisitas Hg dalam hal ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu toksisitas organik dan anorganik.
Pada bentuk anorganik, Hg berikatan dengan satu atom karbon atau lebih, sedangkan dalam bentuk organik, dengan rantai alkil yang pendek. Senyawa tersebut sangat stabil dalam proses metabolisme dan mudah menginfiltrasi jaringan yang sukar ditembus, misalnya otak dan plasenta. Senyawa tersebut mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible, baik pada orang dewasa maupun anak (Darmono, 1995). Toksisitas Hg anorganik menyebabkan penderita biasanya mengalami tremor. Jika terus berlanjut dapat menyebabkan pengurangan pendengaran, penglihatan, atau daya ingat. Senyawa merkuri organik yang paling populer adalah methyl mercury yang berpotensi menyebabkan toksisitas terhadap sistem saraf pusat. Kejadian keracunan metil merkuri paling besar pada makhluk hidup timbul di tahun 1950-an di Teluk Minamata, Jepang yang terkenal dengan nama Minamata Disease
Walaupun mekanisme keracunan merkuri di dalam tubuh belum diketahui dengan jelas, beberapa hal mengenai daya racun merkuri dapat dijelaskan sebagai berikut (Fardiaz, 1992) :
·         Semua komponen merkuri dalam jumlah cukup, beracun terhadap tubuh.
·         Masing-masing komponen merkuri mempunyai perbedaan karakteristik dalam daya racun, distribusi, akumulasi, atau pengumpulan, dan waktu retensinya di dalam tubuh.
·         Transformasi biologi dapat terjadi di dalam lingkungan atau di dalam tubuh, saat komponen merkuri diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
·         Pengaruh buruk merkuri di dalam tubuh adalah melalui penghambatan kerja enzim dan kemampuannya untuk berikatan dengan grup yang mengandung sulfur di dalam molekul enzim dan dinding sel.
·         Kerusakan tubuh yang disebabkan merkuri biasanya bersifat permanen, dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan.
Penting untuk diketahui, air raksa sangat beracun bagi manusia! Hanya sekitar 0,01 mg dalam tubuh manusia dapat menyebabkan kematian. Sayangnya setelah air raksa yang sudah masuk ke dalam tubuh manusia, tidak dapat dibawa keluar.  Kontaminasi dapat melalui inhalasi, proses menelan atau penyerapan melalui kulit. Dari tiga proses tersebut, inhalasi dari raksa uap adalah yang paling berbahaya. Jangka pendek terpapar raksa uap dapat menghasilkan lemah, panas dingin, mual, muntah, diare,  dan gejala lain dalam waktu beberapa jam. Jangka panjang terkena uap raksa menghasilkan getaran, lekas marah, insomnia, kebingungan, keluar air liur berlebihan,  ritasi paru-paru, iritasi mata, reaksi alergi, dari kulit rashes, nyeri dan sakit kepala  dan lainnya. Mercury memiliki sejumlah efek yang sangat merugikan pada manusia, di antaranya sebagai berikut :
·         Keracunan oleh merkuri nonorganik terutama mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati.
·         Mengganggu sistem enzim dan mekanisme sintetik apabila berupa ikatan dengan kelompok sulfur di dalam protein dan enzim.
Merkuri (Hg) organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki placenta dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat bawaan, kerusakan DNA dan Chromosom, mengganggu saluran darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak.
Penanggulangan Penggunaan merkuri
                    Pada prinsipnya ada 2 (dua) usaha untuk menanggulangi pencemaran, yaitu penanggulangan secara non-teknis dan secara teknis. Penanggulangan secara non teknis yaitu suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran. Sedangkan penanggulangan secara teknis bersumber pada perlakuan industri terhadap perlakuan buangannya, misalnya dengan mengubah proses, mengelola limbah atau menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran.
Dengan pengalaman adanya banyak kerusakan akibat bencana dari kasus penyakit yang ditimbulkan dari merkuri menjadi awal sebagai titik balik kita untuk mengemban langkah-langkah dalam melindungi lingkungan telah mengalami kemajuan yang signifikan. Perlunya kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat untuk sama-sama memiliki kesadaran untuk menjaga kesehatan lingkungan sekitar kita demi kelestarian lingkungan saat ini dan generasi yang akan datang.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa upaya penanganan terhadap permasalahan pencemaran terdiri dari langkah pencegahan terhadap permasalahan pencemaran terhadap permasalahan pencemaran terdiri dari langkah pencegahan dan pengendalian.
   Upaya pencegahan adalah mengurangi sumber dampak lingkungan yang lebih berat. Ada pun penanggulangan atau pengendaliannya adalah upaya pembuatan standar bahan baku mutu lingkungan, pengaweasan lingkungan dan penggunaan teknologi dalam upaya mengatasi masalah pencemaran lingkungan. Secara umum, berikut ini merupakan upaya pencegahan atas pencemaran lingkungan.
a. Mengatur sistem pembuangan limbah industri sehingga tidak mencemari lingkungan
b. Menempatkan industri atau pabrik terpisah dari kawasan permukiman penduduk
c. Melakukan pengawasan atas penggunaan beberapa jenis pestisida, insektisida dan bahan kimia lain yang berpotensi menjadi penyebab dari pencemaran lingkungan.
d. Melakukan penghijauan.
e. Memberikan sanksi atau hukuman secara tegas terhadap pelaku kegiatan yang mencemari lingkungan
f. Melakukan penyuluhan dan pendidikan lingkungan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang arti dan manfaat lingkungan hidup yang sesungguhnya.
g. Industri harus mengikuti regulasi hukum dan AMDAL yang telah ditetapkan pemerintah

Sumber:
Darmoni. 2009. Farmasi Forensik dan Toksikologi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Puspita, desy. 2010. Penyebab Limbah serta Cara Penanggunalangannya.
Soemirat, Juli, dkk. 2007. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
http://desypuspita.wordpress.com/2010/03/22. 30 Maret 2012.
http://www.jejaringkimia.web.id/2010/03/dampak-merkuri-terhadap-manusia-dan.html