BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok
dalam kehidupan manusia yang berpikir, bagaimana menjalani kehidupan dunia ini
dalam upaya mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan manusia yang
mengemban tugas dari Tuhan Yang Maha Esa untuk beribadah. Manusia sebagai
makhluk yang memiliki kelebihan dengan diberikannya akal pikiran yang
membedakan manusia dengan makhluk lain. Untuk mengolah akal pikiran yang
dimiliki, manusia memerlukan suatu pola pendidikan. Selain itu juga manusia
adalah mahluk piskofisik netral yakni makhluk yang memiliki
kemandirian jasmaniah dan ruhaniah, (Baharudin & Makin, 2007: 109). Dalam kondisi
kemandirian itu, manusia memiliki potensi untuk berkembang, dan karena itu
diperlukan adanya pendidikan supaya kebutuhan fisik dan fsikisnya dapat
terpenuhi secara seimbang dan harmonis.
Pendidikan sebagai proses atas nama kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang
diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan dan disempurnakan dengan
kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan
dipakai oleh siapa pun untuk tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik,
(Adler, 2007: 139). Dalam hal ini proses yang terjadi merupakan suatu kegiatan
yang disadari guna mencapai suatu tujuan. Berdasarkan undang-undang Sisdiknas
No. 20 Tahun 2003 Bab I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan terjadi melalui pembelajaran atau proses belajar mengajar di
sekolah. Di dalam proses pembelajaran terjadinya interaksi antara guru dan
peserta didik guna mencapai tujuan pembelajaran. Guru mempunyai pengaruh yang
besar bukan hanya pada prestasi pendidikan anak tetapi juga pada sikap anak di
sekolah dan terhadap kebiasaan belajar anak pada umumnya. Guru dalam pengertian
sederhana adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber
belajar ke peserta didik, (Chotimah dalam Asmani, 2009: 20). Jadi, dalam hal
ini guru memerlukan metodologi pembelajaran, baik itu metode atau juga media
pembelajaran dalam upaya mengalihkan ilmu pengetahuan dari sumber belajar ke
peserta didik guna tercapainya suatu tujuan pembelajaran.
Sejak zaman dahulu ada anggapan yang salah kaprah, yaitu bahwa guru adalah
orang yang paling tahu. Pendapat itu terus berkembang menjadi guru lebih dulu
tahu atau pengetahuan guru lebih tinggi dibandingkan peserta didiknya, dengan
sikap guru yang seperti itu akan menghambat pengetahuan dan krativitas peserta
didik. Menurut paradigma behavioristik, belajar merupakan transmisi pengetahuan
dari expert ke novice. Berdasarkan konsep ini, peran guru adalah
menyediakan dan menuangkan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik.
Guru beranggapan bahwa dirinya berhasil apabila dia dapat menuangkan
pengetahuan sebanyak-banyak ke kepala peserta didik dan peserta didik dianggap
berhasil apabila mereka tunduk menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru.
Praktek pendidikan yang berorientasi pada anggapan seperti itu adalah bersifat
induktrinasi, sehingga akan berdampak pada pelemahan kognitif para peserta
didik, menghalangi perkembangan kreativitas peserta didik, dan memenggal
peluang peserta didik untuk mencapai higher order thinking. Akhir- akhir
ini, konsep belajar didekati menurut paradigma konstruktivisme. Menurut paham
konstruktivisme, belajar merupakan hasil konstruksi sendiri (peserta didik)
terhadap hasil interaksinya terhadap lingkungan belajar. Pengkonstruksian
pemahaman dalam waktu belajar dapat melalui proses asimilasi atau akomodasi.
Secara hakiki, asimilasi dan akomodasi terjadi sebagai usaha peserta didik
untuk menyempurnakan atau merubah pengetahuan yang telah ada di benaknya (Heinich,
et.al, dalam Santyasa, 2007). Pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik
sering pula diistilahkan sebagai prakonsepsi. Proses asimilasi terjadi apabila
terdapat kesesuaian antara pengalaman baru dengan prakonsepsi yang dimiliki
peserta didik. Sedangkan proses akomodasi adalah suatu proses adaptasi, evolusi
atau perubahan yang terjadi sebagai akibat pengalaman baru peserta didik yang
tidak sesuai dengan prakonsepsinya.
Tinjauan filosofis, psikologi kognitif, psikologi sosial, dan teori sains
sepakat menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan (Dole &
Sinatra, dalam Santyasa, 2007). Peserta didik sendiri yang melakukan perubahan
tentang pengetahuannya. Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai
fasilitator, mediator, dan pembimbing. Guru hanya dapat membantu proses
perubahan pengetahuan di kepala peserta didik melalui perannya menyiapkan scaffolding
dan guiding, sehingga siswa dapat mencapai tingkatan pemahaman yang
lebih berkembang dibandingkan dengan pengetahuan sebelumnya. Guru menyiapkan
tangga yang efektif, tetapi siswa sendiri yang memanjat melalui tangga tersebut
untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam.
Berdasarkan paradigma konstruktivisme tentang belajar tersebut, maka media-mediated
instruction atau pendayagunaan media menempati posisi cukup strategis dalam
rangka mwujudkan situasi belajar secara optimal. Situasi belajar yang optimal
merupakan salah satu indikator untuk mewujudkan hasil belajar peserta didik
yang optimal pula. Hasil belajar yang optimal juga merupakan salah satu
cerminan hasil pendidikan yang bermutu dan bermakna (berkualitas).
Di dalam proses belajar mengajar yang berlangsung, ada dua aspek yang menonjol,
yakni metode pembelajaran dan media pembelajaran sebagai alat bantu mengajar.
Metode adalah teknik atau cara mengajar seorang guru dalam menyampaikan dan
berinteraksi dengan peserta didik, sehingga proses belajar berjalan dengan baik
dan tujuan pembelajaran tercapai. Sementara, media adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim kepada penerima sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa yang menjurus ke
arah terjadinya proses belajar. Media merupakan alat yang harus ada apabila
kita ingin memudahkan sesuatu dalam pekerjaan. Dapat dikatakan proses
pembelajaran merupakan proses komunikasi. Proses pembelajaran mengandung lima
komponen komunikasi, guru (komunikator), bahan pembelajaran, media
pembelajaran, peserta didik (komunikan), dan tujuan pembelajaran. Jadi, media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
(bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat pikiran, dan
perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah masih banyak mengalami
hambatan. Hal tersebut berdampak pada proses pembelajaran yang tidak efektif
dan efisien sehingga hasil pembelajaran pun jauh dari kompetensi dasar yang
seharusnya dikuasai oleh peserta didik. Salah satu pemicu masalah tersebut
adalah penggunaan metodologi pembelajaran (teknik dan media) yang digunakan
guru kurang tepat, dalam hal ini berkaitan dengan pendayagunaan media
pembelajaran di sekolah. Masih banyak guru yang belum atau tidak sama bisa
sekali mempergunakan media sebagai alat bantu media pembelajaran, padahal
dengan media penyampaian proses belajar mengajar lebih efektif dan efesien dan
hasil serta tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik. Masalah yang sering
ditemui di lapangan atau di sekolah-sekolah, mengapa sampai saat ini masih ada
guru yang enggan menggunakan media dalam mengajar, ternyata dari hasil
pengamatan dan diskusi dalam berbagai kesempatan dengan para guru, terdapat
sekurang-kurangnya tujuh alasan guru tidak menggunakan media pembelajaran,
yaitu: pertama, menggunakan media itu repot; kedua, media itu
canggih dan mahal; ketiga, karena tidak bisa; keempat, karena
tidak tersedia; kelima, kebiasaan menikmati ceramah atau bicara;
keenam, media itu hiburan (membuat murid-murid main-main tidak serius);
ketujuh, kurangnya penghargaan dari atasan. Itulah alasan-alasan yang
ditemui di lapangan, dengan alasan itu guru berdalih bahwa proses pembelajaran
dapat berlangsung dan berhasil tanpa media.
Masalah
pendayagunaan media ini terjadi di Madrasah Aliyah yang ada di Kaupaten
Lebak. Pada umunya guru dalam menyampaikan materi hanya bertumpu pada media
pembelajaran yang selama ini digunakan yaitu buku teks sebagai sumber belajar.
Sebagian besar guru tidak pernah menggunakan media pembelajaran lain di dalam
proses KBM, hal ini berdampak pada proses pembelajaran yang kurang efektif dan
efisien dan hasil tujuan pembelajarannya pun tidak sesuai dengan kompetensi
dasar yang ditentukan.
Berdasarkan permasalahan yang terdapat di lapangan, mengenai masalah
pendayagunaan media pembelajaran dengan ini akan diadakan penelitian tentang ”
Problematika Pendayagunaan Media Pembelajaran dalam Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia untuk Menciptakan Pembelajaran yang Efektif dan Efisien pada Madrasah
Aliyah di Kabupaten Lebak” (Studi Kasus).
1.2. Fokus Penelitian
Masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Tidak
ada satu penelitian yang dapat dilakukan tanpa adanya fokus. Menurut Moleong
(2006: 386), ” Fokus itu pada dasarnya adalah sumber pokok dari masalah
penelitian.” Di dalam latar belakang masalah di atas ada beberapa masalah
yang diungkapkan. Akan tetapi, permasalahan hanya difokuskan pada masalah
problematika guru dalam pendayagunaan media pembelajaran pada mata pelajaran
bahasa Indonesia di sekolah.
Adapun fokus masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut:
- Bagaimana profil media pembelajaran yang digunakan guru bahasa Indonesia di Madrasah Aliyah Kabupaten Lebak?
- Apa problematika guru dalam membuat media pembelajaran untuk mata pelajaran bahasa Indonesia?
- Bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi problematika dalam pembuatan media pembelajaran bahasa Indonesia?
- Bagaimana model pembelajaran yang efektif dan efisien dengan memanfaatkan media pembelajaran?
1.3. Tujuan Penelitian
a. Secara umum
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk
menemukan, mengembangkan, dan membuktikan pengetahuan, (Sugiyono, 2008: 290).
Di dalam penelitian ini, tujuan secara umum dilakukannya penelitian ini untuk
menemukan, mengembangkan, dan membuktikan pengetahuan tentang pendayagunaan
media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar di sekolah.
b. Secara khusus
Setiap penelitian pastinya memiliki suatu tujuan
yang ingin dicapai. Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini, di
antaranya:
- Untuk mengetahui bagaimana profil media pembelajaran yang digunakan guru bahasa Indonesia di Madrasah Aliyah Kabupaten Lebak.
- Untuk mengetahui problematika guru dalam membuat media pembelajaran bahasa Indonesia.
- Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi problematika dalam pembuatan media pembelajaran bahasa Indonesia.
- Untuk mengetahui model pembelajaran yang efektif dan efisien dengan memanfaatkan media pembelajaran.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat bersifat teoritis
(akademik)
Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pendidikan, khususnya dalam dunia
pendidikan di sekolah. Pengembangan tersebut berkaitan dengan pendayagunaan
media pembelajaran dalam rangka menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif
dan efisien yang akan meningkatkan hasil pembelajaran sehingga menghasilkan
pembelajaran yang bermutu dan bermakna bagi peserta didik dan guru.
b. Manfaat bersifat praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan
memberikan kontribusi dan referensi terhadap pemerintah sebagai komponen
perumusan kebijakan. Oleh karena itu, hasil penelitian diharapkan menjadi bahan
rujukan pengembangan kompetensi dan kemampuan guru di sekolah dalam proses
belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam hal ini, khusunya pada
komponen metodologi pembelajaran yang mencakup metode dan media pembelajaran.
Dengan ini, guru-guru diharapkan dapat mendayagunakan media pembelajaran
sebagai alat dan sumber belajar siswa di sekolah. Sehingga, dapat tercipta
suasana pembelajaran yang efektif dan efisien.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian
tentang masalah penggunaan media pembelajaran di sekolah oleh guru sudah pernah
diteliti oleh Ricky Pramita mahasiswa Jurusan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan-Fakultas ilmu Pendidikan UM 2009, berikut hasil pnelitiannya
yangh dituangkannya dalam skripsinya. Judul skripsinya ” Problematika Guru
dalam Membuat Media Pembelajaran (studi kasus SMA Negeri di Kota Malang). Media
merupakan salah satu bagian dari sistem pembelajaran. Media sebagai bagian
integral dari kegiatan pembelajaran maka kedudukannya tidak dapat dipisahkan
dan berpengaruh terhadap jalannya proses pembelajaran Akan tetapi, dalam
kenyataannnya memilih media pembelajaran yang akan digunakan tidaklah mudah.
Banyak hal yang harus iperhatikan agar media yang digunakan benar-benar
berhasil guna dan berdaya guna untuk meningkatkan dan memperjelas pemahaman
siswa. Banyaknya hal yang harus diperhatikan oleh guru memungkinkan baik guru
maupun sekolah mengalami sejumlah kendala dalam penyediaan maupun penggunaan
media pembelajaran. Penelitian ini
mempunyai tujuan untuk mengetahui bagaimanakah profil media pembelajaran
PKn yang digunakan guru SMA Negeri di Kota Malang, mengetahui problematika guru
dalam membuat media pembelajaran PKn,
mnegetahui penyebab guru SMA Negeri di Kota Malang mengalami problematika dalam membuat media pembelajaran PKn, mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengatasi problematika dalam membuat media pembelajaran PKn. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Malang, SMAN 2 Malang, SMAN 4 Malang, SMAN 5 Malang, SMAN 6 Malang, dan SMAN 8 Malang. Informan terdiri atas guru PKn dan siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan cara: reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan atau verifikasi data. Untuk menjamin keabsahan data maka dilakukan: perpanjangan kehadiran, ketekunan pengamatan, dan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) berdasarkan bentuk media pembelajaran, profil media pembelajaran yang digunakan oleh guru PKn di SMA Negeri di Kota Malang dapat dikelompok ke dalam (a) media visual dan (b) multimedia berbasis pengalaman langsung. Setiap bentuk media dipergunakan untuk mencapai SK dan KD yang berbeda; sedangkan prosedur penyediaan media pembelajaran melalui: membeli dan membuat; (2) Setiap guru PKn SMA Negeri
di Kota Malang mempunyai problematika masing-masing antara lain: (a) guru PKn SMA Negeri 4 Malang mengalami problematika kurangnya waktu untuk membuat media pembelajaran, (b) guru PKn SMA Negeri 6 Malang mengalami problematika kurangnya waktu dalam membuat media pembelajaran serta jam pelajaran pelajaran PKn yang hanya 2 jam sehingga tidak mencukupi apabila menggunakan media pembelajaran, selain itu kondisi siswa yang belum mempunyai keinginan belajar yang tinggi juga menjadi problematika dalam membuat media pembelajaran, (c) guru PKn SMA Negeri 5 Malang mengalami problematika kurangnya keterampilan/kemampuan dalam membuat media pembelajaran IT seperti power point, (d) guru PKn SMA Negeri 2 Malang juga mengalami problematika kurangnya keterampilan/kemampuan dalam membuat media pembelajaran IT serta biaya dalam pembuatan media pembelajaran selain sulitnya menselaraskan antara materi dengan media yang akan dibuat, (e) guru PKn SMA Negeri 1 Malang mengalami problematika kurangnya
keterampilan/kemampuan baik dalam membuat maupun menggunakan media pembelajaran IT yang ada di sekolah, (f) guru PKn SMA Negeri 8 Malang mengalami problematika kurangnya respon siswa dalam kerjasama membuat media pembelajaran PKn; (3) penyebab guru menghadapi problematika dalam membuat media pembelajaran PKn antara lain: (a) tuntutan beban jam mengajar dalam setiap minggunya sebanyak 24 jam, (b) kurangnya pengetahuan guru tentang IT; (4) upaya mengatasi problematika guru dalam membuat media
pembelajaran PKn di SMA Negeri Kota Malang dilakukan dengan kerjasama yang baik semua pihak, terutama sekolah, guru dan siswa seperti (1) mengadakan
workshop dan kepelatihan IT secara rutin, (2) mengirimkan guru ke universitas atau SMK untuk mengikuti kepelatihan IT, (3) mengatur waktu, (4) bekerja sama dengan siswa. Berdasarkan temuan penelitian di atas, dikemukakan saran sebagai berikut: (1) pihak sekolah diharapkan mendukung secara optimal dalam penyediaan dan penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar,
sekolah harus meningkatkan lagi kuantitas dan kualitas media pembelajaran yang ada di sekolah, (2) guru diharapkan selalu meningkatkan kemampuan, keterampilan serta kreatifitas dalam memilih, mencari, menggunakan dan mengembangkan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar, (3) pihak
kampus (UM) diharapkan membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan keterampilan dalam memilih, membuat, dan menggunakan media pembelajaran dengan mengadakan matakuliah tentang media pembelajaran.
mnegetahui penyebab guru SMA Negeri di Kota Malang mengalami problematika dalam membuat media pembelajaran PKn, mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengatasi problematika dalam membuat media pembelajaran PKn. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Malang, SMAN 2 Malang, SMAN 4 Malang, SMAN 5 Malang, SMAN 6 Malang, dan SMAN 8 Malang. Informan terdiri atas guru PKn dan siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan cara: reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan atau verifikasi data. Untuk menjamin keabsahan data maka dilakukan: perpanjangan kehadiran, ketekunan pengamatan, dan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) berdasarkan bentuk media pembelajaran, profil media pembelajaran yang digunakan oleh guru PKn di SMA Negeri di Kota Malang dapat dikelompok ke dalam (a) media visual dan (b) multimedia berbasis pengalaman langsung. Setiap bentuk media dipergunakan untuk mencapai SK dan KD yang berbeda; sedangkan prosedur penyediaan media pembelajaran melalui: membeli dan membuat; (2) Setiap guru PKn SMA Negeri
di Kota Malang mempunyai problematika masing-masing antara lain: (a) guru PKn SMA Negeri 4 Malang mengalami problematika kurangnya waktu untuk membuat media pembelajaran, (b) guru PKn SMA Negeri 6 Malang mengalami problematika kurangnya waktu dalam membuat media pembelajaran serta jam pelajaran pelajaran PKn yang hanya 2 jam sehingga tidak mencukupi apabila menggunakan media pembelajaran, selain itu kondisi siswa yang belum mempunyai keinginan belajar yang tinggi juga menjadi problematika dalam membuat media pembelajaran, (c) guru PKn SMA Negeri 5 Malang mengalami problematika kurangnya keterampilan/kemampuan dalam membuat media pembelajaran IT seperti power point, (d) guru PKn SMA Negeri 2 Malang juga mengalami problematika kurangnya keterampilan/kemampuan dalam membuat media pembelajaran IT serta biaya dalam pembuatan media pembelajaran selain sulitnya menselaraskan antara materi dengan media yang akan dibuat, (e) guru PKn SMA Negeri 1 Malang mengalami problematika kurangnya
keterampilan/kemampuan baik dalam membuat maupun menggunakan media pembelajaran IT yang ada di sekolah, (f) guru PKn SMA Negeri 8 Malang mengalami problematika kurangnya respon siswa dalam kerjasama membuat media pembelajaran PKn; (3) penyebab guru menghadapi problematika dalam membuat media pembelajaran PKn antara lain: (a) tuntutan beban jam mengajar dalam setiap minggunya sebanyak 24 jam, (b) kurangnya pengetahuan guru tentang IT; (4) upaya mengatasi problematika guru dalam membuat media
pembelajaran PKn di SMA Negeri Kota Malang dilakukan dengan kerjasama yang baik semua pihak, terutama sekolah, guru dan siswa seperti (1) mengadakan
workshop dan kepelatihan IT secara rutin, (2) mengirimkan guru ke universitas atau SMK untuk mengikuti kepelatihan IT, (3) mengatur waktu, (4) bekerja sama dengan siswa. Berdasarkan temuan penelitian di atas, dikemukakan saran sebagai berikut: (1) pihak sekolah diharapkan mendukung secara optimal dalam penyediaan dan penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar,
sekolah harus meningkatkan lagi kuantitas dan kualitas media pembelajaran yang ada di sekolah, (2) guru diharapkan selalu meningkatkan kemampuan, keterampilan serta kreatifitas dalam memilih, mencari, menggunakan dan mengembangkan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar, (3) pihak
kampus (UM) diharapkan membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan keterampilan dalam memilih, membuat, dan menggunakan media pembelajaran dengan mengadakan matakuliah tentang media pembelajaran.
2.2 Acuan teoritik
2.2.1 Proses Pembelajaran
Proses atau proses belajar mengajar adalah proses
interaksi yang berlangsung di dalam kelas yang terjadi antara guru dan peserta
didik. Menurut Chaerudin (2004), proses belajar mengajar atau proses
pembelajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga
pendidikan agar dapat memengaruhi para peserta didik mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan. Berarti di dalam proses pembelajaran ada dua individu
yang berperan, yakni; guru dan peserta didik. Guru bertindak sebagai komunikator
atau bertugas untuk menyampaikan materi pembelajaran. Sementara, peserta didik
sebagai komunikan atau bertugas sebagai penerima informasi yang disampaikan
oleh guru. Menurut Chotimah (dalam Asmani, 2009: 20), guru dalam pengertian
sederhana adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber
belajar kepada peserta didik. Sementara itu, peserta didik sebagai orang yang
menjadi penerima berusaha untuk menyerap apa yang disampaikan oleh guru. Guru
dikatakan sebagai seseorang yang mengelola kegiatan pembelajaran bagi para
peserta didiknya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran di
dalam kelas menjadi wewenang dan tanggungjawab guru. Sumber-sumber belajar apa
saja yang akan dimanfaatkan di dalam kelas adalah sepenuhnya berada di tangan
guru. Metode pembelajaran yang bagaimana yang akan dterapkan di dalam kelas
untuk menyajikan materi pelajaran tertentu adalah juga menjadi tanggungjawab
guru. Sekalipun sudah ada panduan tentang metode pembelajaran yang ditetapkan
untuk digunakan guru dalam menyajikan materi pelajaran, namun tetap saja guru
memiliki kewenangan untuk memilih dan menetapkan metode pembelajaran yang akan
digunakannya di dalam kelas.
A. Komponen
Pembelajaran
Di dalam lingkungan belajar atau proses belajar
mengajar mencakup tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, metodologi
pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Unsur-unsur tersebut dikenal dengan
sebutan komponen-komponen pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah rumusan
kemampuan yang diharapkan dimiliki para peserta didik setelah menempuh berbagai
pengalaman belajar (pada akhir pembelajaran). Bahan pembelajaran adalah
seperangkat materi keilmuan yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip,
generalisasi suatu ilmu pengetahuan yang bersumber dari kurikulum dan dapat
menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.
Metodologi
pembelajaran adalah metode dan teknik yang digunakan guru dalam melakukan
interaksinya dengan peserta didik agar bahan pembelajaran sampai kepada mereka
sehingga peserta didik menguasi tujuan pembelajaran. Penilaian pembelajaran
adalah alat untuk mengukur atau menentukan taraf tercapai tidaknya tujuan
pembelajaran. Dalam metodologi pembelajaran, ada dua aspek yang paling
menonjol, yakni metode pembelajaran dan media pembelajaran sebagai alat bantu
mengajar. Dengan demikian, kedudukan media ada dalam komponen metodologi
sebagai salah satu lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
Menurut Munawar, (dalam Mulyasa, 2009: 176) di dalam pemilihan media
pembelajaran harus melihat komponen perencanaan pembelajaran, seperti: pertama,
tujuan, media pembelajaran hendaknya sesuai dan menunjang pencapaian tujuan
pembelajaran. Kedua, materi pembelajaran, materi yang dipilih hendaknya
relevan dan tidak out of date. Ketiga, metode atau pendekatan,
metode yang digunakan harus disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan. Keempat,
evaluasi, evaluasi mengukur keberhasilan tujuan, oleh karena itu media yang
dipilih selain mengacu pada tujuan terkait juga pada evaluasi yang digunakan. Kelima,
siswa, pemilihan media pembelajaran perlu disesuaikan dengan perkembangan
intelektual siswa, yaitu disesuaikan dengan kemampuan siswa dalam hal membaca,
mendengar, dan melihat.
2.2 .2 Konsep Dasar Belajar
A.
Pembelajaran Efektif dan Efisien
Belajar atau
pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita
berikan kepada anak-anak kita karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai
masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu
pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara,
dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif
dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar
akan berjalan menyenangkan dan tidak membosankan.
Pembelajaran
yang efektif mempunyai karakteristik bagi siswa untuk melihat, mendengarkan,
mendemonstrasikan, bekerja sama, menemukan sendiri, dan membangun konsep
sendiri. Hasil penelitian menyebutkan bahwa kebermaknaan belajar, pengalaman
belajar 10% diambil dari apa yang kita dengar, 20% dari yang kita baca, 30%
dari yang kita lihat, 50% dari yang kita lihat dan dengar, 70% dari yang kita
katakan, dan 90% dari yang kita katakan dan lakukan. Menurut PP 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang menyebutkan bahwa suasana
belajar di kelas itu harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
inovatif, dan discover (menemukan sendiri). Dengan demikian dapat dikatakan
guru harus bisa menciptakan suatu model pembelajaran yang efektif dan efisien
sehingga akan terlaksananya suatu proses pembelajaran yang menyenangkan.
Interaksi yang
baik antara guru (pembelajar) dan peserta didik (pemelajar) merupakan sesuatu
yang harus terjadi, harus ada hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik
atau antara pembelajar dan pemelajar. Antara guru dengan peserta didik, peserta
didik dengan peserta didik yang lainnya. Sehingga proses pembelajaran perlu
dilakukan dengan suasana yang tenang dan menyenangkan, dengan demikian menuntut
guru agar kreatif dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Pembelajaran
efektif merupakan tolak ukur keberhasilan guru dalam mengelola kelas. Proses
pembelajaran dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik dapat terlibat
secara aktif, baik mental, fisik, maupun sosialnya. Menurut Hidayat, (2009)
kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan segi hasil. Dari segi
proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau
sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental,
maupun sosial dalam proses pembelajaran yang besar dan percaya pada diri
sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan efektif
apabila terjadi perubahan tingkah laku yang positif pada peserta didik
seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%). Proses pembelajaran dikatakan
berhasil dan berkualitas apabila masukan merata out put yang banyak dan
bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat, dan
pembangunan.
Untuk dapat
mewujudkan suatu pembelajaran yang efektif, maka ada bebrapa aspek yang perlu
diperhatikan, di antaranya: (1) guru harus membuat perencanaan pembelajaran
yang sistematis, (2) proses pembelajaran harus berkualitas tinggi yang
ditunjukan dengan adanya penyampaian materi oleh guru secara sistematis dan
menggunakan berbagai variasi di dalam penyampaian, baik itu media, metode,
suara, maupun gerak, (3) waktu selama proses pembelajaran berlangsung digunakan
secara efektif, (4) motivasi guru membelajarkan dan motivasi belajar guru cukup
tinggi, dan (5) hubungan interaktif antara guru dengan peserta didik dalam
kelas bagus sehingga setiap terjadi kesulitan belajar dapat segera diatasi,
(Hidayat, 2009). Apabila lima aspek itu dilaksanakan maka akan terwujud sebuah
pembelajaran yang efektif.
2.3 Penggunaan Media Pembelajaran
2.3.1 Definisi,
Posisi dan Fungsi Media Pembelajaran
2.3.1.1
Definisi Media Pembelajaran
Secara
etimologi, kata “media” merupakan bentuk jamak dari “medium”, yang
berasal dan Bahasa Latin “medius” yang berarti tengah. Sedangkan dalam
Bahasa Indonesia, kata “medium” dapat diartikan sebagai “antara” atau “sedang”
sehingga pengertian media dapat mengarah pada sesuatu yang mengantar atau
meneruskan informasi (pesan) antara sumber (pemberi pesan) dan penerima pesan. Media
dapat diartikan sebagai suatu bentuk dan saluran yang dapat digunakan dalam
suatu proses penyajian informasi (AECT, 1977:162).
Istilah media
mula-mula dikenal dengan alat peraga, kemudian dikenal dengan istilah audio
visual aids (alat bantu pandang/ dengar). Selanjutnya disebut instructional
materials (materi pembelajaran), dan kini istilah yang lazim digunakan
dalam dunia pendidikan nasional adalah instructional media (media
pendidikan atau media pembelajaran). Dalam perkembangannya, sekarang muncul istilah e-Learning. Huruf “e”
merupakan singkatan dari “elektronik”. Artinya media pembelajaran berupa alat
elektronik, meliputi CD Multimedia Interaktif sebagai bahan ajar offline dan
Web sebagai bahan ajar online.
Berikut ini
beberapa pendapat para ahli komunikasi atau ahli bahasa tentang pengertian
media yaitu
(1)
orang, material, atau kejadian yang dapat menciptakan kondisi sehingga
memungkinkan peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang baru, dalam pengertian meliputi buku, guru, dan lingkungan sekolah
(Gerlach dan Ely dalam Ibrahim, 1982:3)
(2)
saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan antara sumber
(pemberi pesan) dengan penerima pesan (Blake dan Horalsen dalam Latuheru,
1988:11)
(3)
komponen strategi penyampaian yang dapat dimuati pesan yang akan disampaikan
kepada pembelajar bisa berupa alat, bahan, dan orang (Degeng, 1989:142)
(4)
media sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan
pengirim pesan kepada penerima pesan, sehingga dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa, sehingga
proses belajar mengajar berlangsung dengan efektif dan efisien sesuai dengan
yang diharapkan (Sadiman, dkk., 2002:6)
(5)
alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi, yang terdiri
antara lain buku, tape-recorder, kaset, video kamera, video recorder,
film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer (Gagne dan
Briggs dalam Arsyad, 2002:4)
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah
bahan, alat, maupun metode atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukatif antara guru
dan peserta didik dapat berlangsung secara efektif dan efesien sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang telah dicita-citakan.
2.3.1.2 Posisi
Media Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan
berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang
cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media,
komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi
juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah
komponen integral dari sistem pembelajaran. Posisi media pembelajaran sebagai
komponen komunikasi ditunjukkan pada gambar 1.
MEDIA
PENGKODEAN
IDE
SUMBER
pengalaman
pengalaman
penerima
PENAFSIR-AN
KODE
MENGERTI
Gambar 1: Posisi Media dalam
Sistem Pembelajaran
2.3.1.3 Fungsi
Media Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi
sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) kepada penerima (siswa).
Sedangkan, metode adalah prosedur untuk membantu siswa dalam menerima dan
mengolah informasi guna mencapai tujuan pembelajaran.
Ada dua fungsi utama media pembelajaran yang perlu kita ketahui. Fungsi pertama
media adalah sebagai alat bantu pembelajaran, dan fungsi kedua adalah sebagai
media sumber belajar. Kedua fungsi utama tersebut dapat ditelaah dalam ulasan
di bawah ini.
a. Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam
pembelajaran, tentunya kita tahu bahwa setiap materi ajar memiliki tingkat
kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada materi ajar yang tidak memerlukan
alat bantu, tetapi di lain pihak ada materi ajar yang sangat memerlukan alat
bantu berupa media pembelajaran. Media pembelajaran yang dimaksud antara lain
berupa globe, grafik, gambar, dan sebagainya. Materi ajar dengan tingkat
kesukaran yang tinggi tentu sukar dipahami oleh siswa tanpa bantuan media, maka
materi ajar menjadi sukar dicerna dan dipahami oleh setiap siswa. Hal ini akan semakin terasa apabila materi ajar tersebut abstrak dan rumit
atau kompleks.
Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi mempermudah jalan menuju tercapainya tujuan pembelajaran. Hal ini, dilandasi keyakinan bahwa kegiatan pembelajaran dengan bantuan media mempertinggi kualitas kegiatan belajar siswa dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti, kegiatan belajar siswa dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik daripada tanpa bantuan media.
Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi mempermudah jalan menuju tercapainya tujuan pembelajaran. Hal ini, dilandasi keyakinan bahwa kegiatan pembelajaran dengan bantuan media mempertinggi kualitas kegiatan belajar siswa dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti, kegiatan belajar siswa dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik daripada tanpa bantuan media.
b. Media pembelajaran sebagai sumber belajar.
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat,
bahan pembelajaran untuk belajar siswa. Sumber belajar dapat dikelompokkan
menjadi lima kategori, yaitu manusia, buku, perpustakaan, media massa, alam
lingkungan, dan media pendidikan. Media pendidikan, sebagai salah satu sumber
belajar, ikut membantu guru dalam memudahkan tercapainya pemahaman materi ajar
oleh siswa, serta dapat memperkaya wawasan siswa.
fungsi media
dalam proses pembelajaran dapat ditunjukkan pada gambar 2, berikut.
Gambar 2: Fungsi Media dalam proses pembelajaran
2.3.2 Manfaat
Penggunaan Media Pembelajaran
Secara umum
manfaat penggunaan media pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu (1)
media pengajaran dapat menarik dan memperbesar perhatian peserta didik terhadap
materi pengajaran yang disajikan, (2) media pengajaran dapat mengatasi
perbedaan pengalaman belajar peserta didik berdasarkan latar belakang sosial
ekonomi, (3) media pembelajaran dapat membantu peserta idik dalam memberikan
pengalaman belajar yang sulit diperoleh dengan cara lain, (5) media
pembelajaran dapat membantu perkembangan pikiran peserta didik teratur tentang
hal yang mereka alami dalam kegiatan belajar mengajar mereka, misalnya
menyaksikan pemutaran film tentang suatu kejadian atau peristiwa. rangkaian dan
urutan kejadian yang mereka saksikan, dan pemutaran film tadi akan dapat mereka
pelajari secara teratur dan berkesinambungan, (6) media pengajaran dapat
menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk berusaha mempelajari sendiri
berdasarkan pengalaman dan kenyataan, (7) media pengajaran dapat mengurangi adanya
verbalisme dalam suatu proses (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan
belaka) (Latuheru, 1988:23-24).
Sedangkan
menurut Sadiman, dkk. (2002:16), media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan
ruang, waktu, dan daya indera, misalnya (1) objek yang terlalu besar bisa
digantikan dengan realita, gambar, film, atau model, (2) objek yang kecil bisa
dibantu dengan menggunakan proyektor, gambar, (3) gerak yang terlalu cepat
dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photography, (4)
kejadian atau peristiwa di masa lampau dapat ditampilkan dengan pemutaran
film, video, foto, maupun VCD, (5) objek yang terlalu kompleks (misalnya
mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain, dan (6)
konsep yang terlalu luas (misalnya gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan
lain-lain) dapat divisualisasikan dalam bentuk film, gambar, dan lain-lain.
Pemanfaatan
media pembelajaran dalam proses belajar mengajar perlu direncanakan dan
dirancang secara sistematik agar media pembelajaran itu efektif untuk digunakan
dalam proses belajar mengajar. Ada beberapa pola pemanfaatan media
pembelajaran, yaitu (1) pemanfaatan media dalam situasi kelas atau di dalam
kelas, yaitu media pembelajaran dimanfaatkan untuk menunjang tercapainya tujuan
tertentu dan pemanfaatannya dipadukan dengan proses belajar mengajar dalam
situasi kelas, (2) pemanfaatan media di luar situasi kelas atau di luar kelas,
meliputi (a) pemanfaatan secara bebas yaitu media yang digunakan tidak
diharuskan kepada pemakai tertentu dan tidak ada kontrol dan pengawasan dan
pembuat atau pengelola media, serta pemakai tidak dikelola dengan prosedur dan
pola tertentu, dan (b) pemanfaatan secara terkontrol yaitu media itu digunakan
dalam serangkaian kegiatan yang diatur secara sistematik untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan untuk dipakai oleh sasaran pemakai (populasi
target) tertentu dengan mengikuti pola dan prosedur pembelajaran tertentu
hingga mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut, (3) pemanfaatan
media secara perorangan, kelompok atau massal, meliputi (a) pemanfaatan media
secara perorangan, yaitu penggunaan media oleh seorang saja (sendirian saja),
dan (b) pemanfaatan media secara kelompok, baik kelompok kecil (2-8 orang)
maupun kelompok besar (9-40 orang), (4) media dapat juga digunakan secara
massal, artinya media dapat digunakan oleh orang yang jumlahnya puluhan,
ratusan bahkan ribuan secara bersama-sama.
Berdasarkan
pendapat tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa seorang guru dalam
memanfaatkan suatu media untuk digunakan dalam proses belajar mengajar harus
memperhatikan beberapa hal, yaitu (1) tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
(2) isi materi pelajaran, (3) strategi belajar mengajar yang digunakan, (4)
karakteristik peserta didik yang belajar. Karakteristik peserta didik yang
belajar yang dimaksud adalah tingkat pengetahuan siswa terhadap media yang
digunakan, bahasa peserta didik, artinya isi pesan yang disampaikan melalui
media harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan berbahasa atau kosakata yang
dimiliki peserta didik sehingga memudahkan peserta didik dalam memahami isi
materi yang disampaikan melalui media. Selain itu, penting juga untuk
memperhatikan jumlah peserta didik. Artinya media yang digunakan hendaknya disesuaikan
dengan jumlah peserta didik yang belajar.
2.3.3 Bahan
Pertimbangan dalam Memilih Media Pemebelajaran
Peranan media pembelajaran sangatlah penting dalam
proses pembelajaran. Demikian banyak bentuk dan macam media pembelajaran, akan
tetapi yang terpenting adalah pemilihan bentuk dan macam media pembelajaran
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, ketersediaan
sarana dan prasarana di tempat terjadinya proses pembelajaran tersebut.
Arief, (dalam Mulyasa, 2009: 175) menyatakan bahwa terdapat sejumlah
pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang dapat dirumuskan dalam satu
kata ACTION, akronim dari access, cost, technology, interactivity
organization, dan novelty.
a. Access
Kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama dalam
memilih media. Apakah media yang diperlukan itu tersedia, mudah dan dapat
dimanfaatkan oleh peserta didik? Misalnya, kita ingin menggunakan media
internet, perlu dipertimbangkan terlebih dahulu, apakah ada saluran untuk koneksi
ke internet, adakah jeringan teleponnya? Akses juga menyangkut aspek kebijakan,
misalnya apakah peserta didik diizinkan untuk menggunakan komputer yang
terhubung ke internet? Jangan hanya kepala sekolah saja yang boleh menggunakan
internet, tetapi juga guru atau karyawan dan peserta didik. Bahkan
peserta didik lebih penting untuk memperoleh akses.
b. Cost
Biaya juga harus menjadi bahan pertimbangan. Banyak jenis media yang dapat manjadi pilihan kita. Media
pembelajaran yang canggih biasanya mahal. Namun biaya itu harus kita hitung
dengan aspek manfaat. Sebab semakin banyak yang menggunakan, maka unit cost
dari sebuah media akan semakin menurun.
c. Technology
Mungkin kita tertarik pada suatu media tertentu.
Akan tetapi, kita perlu memerhatikan apakah teknisnya tersedia dan mudah
menggunakannya. Misalnya, kita akan menggunakan media audio visual untuk di
kelas, perlu kita pertimbangkan, apakah tersedia aliran listriknya, voltase
listriknya cukup dan sesuai, bagaimana cara mengoperasikannya.
d. Interactivity
Media yang baik
hendaknya dapat memunculkan komunikasi dua arah antara guru dengan siswa atau
interaktivitas. Semua kegiatan pembelajaran yang akan dikembangkan oleh guru
tentu saja memerlukan media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
e. Organization
Pertimbangan yang penting adalah dukungan
organisasi. Misalnya, apakah pimpinan sekolah atau pimpinan yayasan mendukung?
Bagaimana pengorganisasiannya? Apakah di sekolah tersedia sarana yang disebut
pusat sumber belajar?
f. Novelty
Kebaruan dari media yang akan dipilih juga harus
menjadi pertimbangan. Biasanya media yang baru lebih baik dan menarik bagi
peserta didik.
Dari beberapa pertimbangan di atas, yang terpenting
adalah adanya perubahan sikap guru agar mau memanfaatkan dan mengembangkan
media pembelajaran yang ” mudah dan murah”, dengan memanfaatkan sumber daya
yang ada di lingkungan sekitarnya serta memunculkan ide dan kreativitas yang
dimilikinya.
Menurut
Rumampuk (1988:19) bahwa prinsip-prinsip pemilihan media adalah (1) harus
diketahui dengan jelas media itu dipilih untuk tujuan apa, (2) pemilihan media
harus secara objektif, bukan semata-mata didasarkan atas kesenangan guru atau
sekedar sebagai selingan atau hiburan. Pemilihan media itu benar-benar
didasarkan atas pertimbangan untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa, (3)
tidak ada satu pun media dipakai untuk mencapai semua tujuan. Setiap media
memiliki kelebihan dan kelemahan. Untuk menggunakan media dalam kegiatan
belajar mengajar hendaknya dipilih secara tepat dengan melihat kelebihan media
untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu, (4) pemilihan media hendaknya
disesuaikan dengan metode mengajar dan materi pengajaran, mengingat media
merupakan bagian yang integral dalam proses belajar mengajar, (5) untuk dapat
memilih media dengan tepat, guru hendaknya mengenal ciri-ciri dan masing-masing
media, dan (6) pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan kondisi fisik
lingkungan.
Sedangkan
Ibrahim (1991:24) menyatakan beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk
memilih media pembelajaran, antara lain (1) sebelum memilih media pembelajaran,
guru harus menyadari bahwa tidak ada satupun media yang paling baik untuk
mencapai semua tujuan. masing-masing media mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Penggunaan berbagai macam media pembelaiaran yang disusun secara serasi dalam
proses belajar mengajar akan mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran, (2)
pemilihan media hendaknya dilakukan secara objektif, artinya benar-benar
digunakan dengan dasar pertimbangan efektivitas belajar peserta didik, bukan
karena kesenangan guru atau sekedar sebagai selingan, (3) pernilihan media
hendaknya memperhatikan syarat-syarat (a) sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai, (b) ketersediaan bahan media, (c) biaya pengadaan, dan (d)
kualitas atau mutu teknik.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pemilihan
media pembelajaran adalah (1) media yang dipilih harus sesuai dengan tujuan dan
materi pelajaran, metode mengajar yang digunakan serta karakteristik peserta
didik yang belajar (tingkat pengetahuan siswa, bahasa siswa, dan jumlah siswa
yang belajar), (2) untuk dapat memilih media dengan tepat, guru harus mengenal
ciri-ciri dann kelemahan serta keunggulan dari tiap tiap media pembelajaran,
(3) pemilihan media pembelajaran harus berorientasi pada peserta didik yang
belajar, artinya pemilihan media untuk meningkatkan efektivitas belajar peserta
didik, (4) pemilihan media harus mempertimbangkan biaya pengadaan, ketersediaan
bahan media, mutu media, dan lingkungan fisik tempat peserta didik
belajar.
Berdasarkan
kesimpulan di atas, dapat diturunkan sejumlah faktor yang mempengaruhi
penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran yang dapat dipakai sebagai dasar
dalam kegiatan pemilihan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah (1) tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai, (2) karakteristik peserta didik atau sasaran,
(3) jenis rangsangan belajar yang diinginkan, (4) keadaan latar atau lingkungan,
(5) kondisi setempat, dan (6) luasnya jangkauan yang ingin dilayani (Sadiman
2002:82).
2.3.4
Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Media pembelajaran banyak jenis dan
macamnya. Dari yang paling sederhana dan murah hingga yang canggih dan mahal.
Ada yang dapat dibuat oleh guru sendiri dan ada yang diproduksi pabrik. Ada
yang sudah tersedia di lingkungan untuk langsung dimanfaatkan dan ada yang
sengaja dirancang.
Berbagai sudut pandang untuk
menggolongkan jenis-jenis media.
Rudy Bretz (1971) menggolongkan
media berdasarkan tiga unsur pokok (suara, visual dan gerak), di antaranya:
1.Media audio, 2.Media cetak, 3.Media visual diam, 4. Media visual gerak, 5.
Media audio semi gerak, 6. Media visual semi gerak, 7. Media audio visual diam,
8. Media audio visual gerak.
Anderson (1976) menggolongkan
menjadi 10 media:
1.
Audio
: Kaset audio, siaran radio, CD, telepon
2.
Cetak
: Buku pelajaran, modul, brosur, leaflet,
gambar
3. Audio-cetak
: Kaset audio yang dilengkapi bahan
tertulis
4.
Proyeksi visual diam
: Overhead transparansi (OHT), film
bingkai (slide)
5.
Proyeksi audio visual dia : Film bingkai slide
bersuara
6.
Visual
gerak
: Film bisu
7.
Audio visual
gerak
: Film gerak bersuara, Video/VCD, Televisi
8.
Obyek
fisik
: Benda nyata, model, spesimen
9.
Manusia dan lingkungan : Guru, pustakawan,
laboran
10.
Komputer
: CAI
Schramm (1985) menggolongkan media
berdasarkan kompleksnya suara, yaitu: media kompleks (film, TV, Video/VCD,) dan
media sederhana (slide, audio, transparansi, teks). Selain itu menggolongkan
media berdasarkan jangkauannya, yaitu media masal (liputannya luas dan serentak
/ radio, televisi), media kelompok (liputannya seluas ruangan / kaset audio,
video, OHP, slide, dll), media individual (untuk perorangan / buku teks,
telepon, CAI).
Henrich, dkk menggolongkan media di
antaranya: 1. Media yang tidak diproyeksikan, 2. Media yang diproyeksikan, 3.
Media audio, 4. Media video, 5. Media berbasis komputer, dan 6. Multi media
kit.
Dari segi perkembangan teknologi,
media pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua kategori luas, yaitu pilihan
media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir (Seels & Glasgow
dalam Arsyad, 2002:33). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pilihan media tradisional
dapat dibedakan menjadi (1) visual diam yang diproyeksikan, misal proyeksi
opaque (tak tembus pandang), proyeksi overhead, slides, dan filmstrips, (2)
visual yang tidak diproyeksikan, misal gambar, poster, foto, charts, grafik,
diagram, pemaran, papan info, (3) penyajian multimedia, misal slide plus suara
(tape), multi-image, (4) visual dinamis yang diproyeksikan, misal film,
televisi, video, (5) cetak, misal buku teks, modul, teks terprogram, workbook,
majalah ilmiah/ berkala, lembaran lepas (hand-out), (6) permainan, misal
teka-teki, simulasi, permainan papan, dan (7) realia, misal model, specimen
(contoh), manipulatif (peta, boneka). Sedangkan pilihan media teknologi
mutakhir dibedakan menjadi (1) media berbasis telekomunikasi, misal teleconference,
2.4 Masalah-Masalah Guru dalam Penggunaan Media
Pembelajaran
Dalam
berbagai hasil penelitian dan tulisan mensinyalir ada sekitar 70 s.d. 90% guru
dalam pemanfaatan kemajuan teknologi pembelajaran dalam proses pembelajaran dan
kegiatan lain dianggap masih gaptek (gagap teknologi). Jika kondisi ini benar demikian,
alangkah menyedihkan dan bahkan menyakitkan, betapa tidak, sebab di tengah
didengungkannya pembelajaran interaktif (e-learning) yang juga harus
melibatkan guru-gurunya dalam bidang studi apapun, alangkah ironis kalau
gurunya sendiri tidak pernah sedikitpun menjamah teknologi informasi yang kini
telah merambah kesemua sisi kehidupan manusia atau dengan kata lain sudah
mendunia.
Menurut Ari Kristianawati (Sinarharapan, 29 April 2008), para guru tidak hanya
gagap dalam beradaptasi denagan kemajuan ilmu pengetahuan, mereka juga terjebak
dalam kebiasaan menjadi robot kurikulum pendidikan, sehingga prakarsa dan
inisiatif para guru untuk belajar menggali metode, bahan ajar dan pola relasi
belajar mengajar yang baru sangat minimalis. Rendahnya mutu atau kapabilitas
guru di Indonesia, disebabkan pertama, faktor strutural, selama orba guru
dijadikan bemper politik Golkar, agen pemenangan melalui Korpri dan PGRI.
Kedua, kuatnya politik pendidikan, mengontrol arah dan sistem pendidikan
membaut aparat guru seperti robot yang dipenjara melalui tugas-tugas kedinasan
yang stagnan. Ketiga, rendahnya tingkat kesejahteraan guru, ini membuat mereka
tidak bisa optimal dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, dan selalu mengurusi
keluarga. Beberapa kendala yang dihadapi guru dalam pemanfaatan TIK adalah
adanya kendala internal, seperti kesibukan jam mengajar diberbagai tempat,
maupun kendala eksternal seperti ketersediaan akses internet dan waktu pelatihan
sendiri. Kendala internal dan eksternal tersebut sebenarnya hanyalah sebuah
”pembenaran” untuk tidak melakukan hal-hal yang dibutuhkan. Artinya, berpatokan
pada peribahasa ”dimana ada kemauan di sana ada jalan” kita memang harus
mempersiapkan diri menyongsong era baru dalam berkomunikasi dengan berbagai
informasi yang ada.
Masalah yang sering ditemui di lapangan atau di sekolah, mengapa sampai saat
ini masih ada guru yang enggan menggunakan media dalam mengajar. Berdasarkan
pengalaman, pengamatan dan diskusi dalam berbagai kesempatan dengan para guru,
Sutjiono( 2009), mengungkapkan ada tujuh alasan guru tidak menggunakan media
pembelajaran, yaitu:
1. Menggunakan media itu repot
Mengajar dengan menggunakan media perlu
persiapan. Apalagi kalau media itu semacam OHP, audio visual, vcd, slide
projector, atau internet, perlu listrik. Guru sudah sangat repot dengan
menulis persiapan mengajar, jadwal pelajaran yang padat, jumlah kelas paralel
yang sedikit, masalah keluarga di rumah dan lain-lain. Inilah beberapa alasan
yang dikemukan para guru. Padahal, kalau guru mau berpikir dari aspek lain,
bahwa dengan media pembelajaran akan lebih efektif, maka tidak ada alasan
repot, tetapi akan mendapatkan hasil optimal. Media pembelajaran juga relatif
awet, artinya sekali menyiapkan bahan pembelajaran, dapat dipakai beberapa kali
penyajian.
2. Media itu canggih dan mahal
Tidak selalu media itu harus canggih dan
mahal. Nilai penting dari sebuah media pembelajaran bukan terletak pada
kecanggihannya (apalagi harga yang mahal) Namur pada efektifitas dan efisiensi
dalam membantu proses pembelajaran. Banyak media sederhana yang dapat
dikembangkan oleh guru dengan harga murah. Kalaupun dibutuhkan media canggih
semacam audio visual atau multi media, maka “cost-nya” akan menjadi
murah apabila dapat digunakan oleh banyak peserta didik dan beberapa guru.
3. Tidak bisa
Demam teknologi ternyata menyerang sebagian
guru-guru di Indonesia. Ada beberapa guru yang ”takut” dengan peralatan
elektronik, takut terkena setrum, takut korsleting, takut salah pijit, dan
sebagainya.
4. Media itu hiburan (membuat peserta didik main-main, tidak
serius)
Media itu hiburan, sedangkan belajar itu
serius. Alasan ini sudah jarang ditemui di sekolah, namun tetap ada. Menurut pendapat orang-orang terdahulu belajar itu harus dengan serius.
Belajar itu harus mengerutkan dahi. Media pembelajaran itu identik dengan
hiburan. Hiburan itu hal yang berbeda dengan belajar. Tidak mungkin belajar
sambil santai. Ini memang pendapat orang-orang zaman dahulu. Paradigma belajar
kini sudah berubah, kalau bisa belajar dengan menyenangkan, mengapa harus
dengan menderita. Kalau dapat dilakukan dengan mudah, kenapa harus dipersulit.
5. Tidak tersedia
Tidak tersedia media pembelajaran di
sekolah, mungkin ini adalah alasan yang masuk akal. Tetapi, seorang guru tidak
boleh menyerah begitu saja. Ia adalah seorang profesional yang harus kreatif,
inovatif, dan banyak inisiatif. Media pembelajaran tidak harus canggih, namun
juga dapat dikembangkan sendiri oleh guru. Dalam hal ini pimpinan sekolah
hendaknya cepat tanggap. Jangan sampai suasana kelas menjadi gersang, di kelas
hanya ada papan tulis dan kapur.
6. Kebebasan menikmati ceramah atau bicara
Metode mengajar dengan ceramah adalah hal
yang enak. Berbicara itu memang nikmat. Inilah kebiasaan yang sulit dirubah.
Seorang guru cenderung mengulang cara-cara gurunya terdahulu. Mengajar dengan
mengandalkan verbal lebih mudah, tidak memerlukan persiapan mengajar yang
banyak, jadi lebih enak untuk guru, tetapi tidak enak untuk peserta didik. Hal
yang harus dipertimbangkan dalam pembelajaran adalah kepentingan siswa yang
belajar, bukan kepuasan guru semata.
7. Kurangnya penghargaan dari atasan
Kurangnya
penghargaan dari atasan, mungkin adalah alasan yang masuk akal. Sering terjadi
bahwa guru yang mengajar dengan media pembelajaran yang dipersiapkan secara
baik, kurang mendapat penghargaan dari pimpinan sekolah atau pimpinan yayasan.
Tidak adanya reward bagi guru sering menjadikannya ”malas”. Selama ini
tidak ada perbedaan perlakuan bagi guru yang menggunakan media pembelajaran
dengan guru yang mengajar dengan tidak menggunakan media pembelajaran (metode
ceramah atau bicara saja). Sebetulnya bentuk penghargaan tidak harus bentuk
materi, tetapi dapat dengan bentuk pujian atau bentuk lainnya.
PROSES KBM YANG
EFEKTIF DANEFISIEN
C. Kerangka pemikiran
Gambar 3: Kerangka pemikiran
D. Hipotesis kerja
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa hipotesis kerja yang dijadikan panduan dalam penelitian
yang akan dilakukan, yaitu:
1. Guru-guru di Madrasah Aliyah Kabupaten Lebak masih banyak sekali menghadapi
masalah dalam pendayagunaan media pembelajaran di sekolah.
2. Upaya guru-guru dalam menangani masalah pendayagunaan media pembelajaran
sangat bervariatif .
3. Yang bertanggung jawab dalam masalah pendayagunaan media pembelajaran yaitu
pihak-pihak yang terkait, seperti; pihak sekolah dan guru yang bersangkutan.
4. Akan tercipta model pembelajaran yang efektif dan efisien dengan
memanfaatkan media pembelajaran.
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1. Pendekatan
Penelitian dan Jenis Penelitian
Menurut Margono (2004: 36), ” penelitian
kualitatif bersifat ”generating theory” bukan ” hypothesis-testing”,
sehingga teori yang dihasilkan berupa teori substantif. Karena itu, isi
pada penelitian kualitatif lebih penting daripada simbol atau atribut seperti
pada penelitian kuantitatif.”
Di dalam penelitian kualitatif analisis yang digunakan lebih bersifat
deskriptif-analitik yang berarti interpretasi terhadap isi, dibuat dan disusun
secara sistemik atau menyeluruh dan sistematis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Alasan peneliti
menggunakan pendekatan ini karena data yang bersifat holistik, kompleks,
dinamis dan penuh makna. Sehingga, kurang tepat data pada situasi sosial
tersebut diperoleh dengan pendekatan kuantitatif.
3.2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif
yaitu peneliti sebagai instrumen penelitian. Dalam Margono (2004: 51),
dijelaskan peneliti kualitataif berusaha berinteraksi dengan subjek
penelitiannya secara alamiah dan dengan cara tidak memaksa. Di dalam penelitian
ini, peneliti sebagai instrumen penelitian berusaha mencari informasi dari
subjek sebagai orang yang dijadikan informan dalam penelitian yang sedang dilakukan.
Peneliti sadar bahwa tujuan utama adalah mencari informasi bukan menilai suatu
situasi. Sehingga, analisis datanya pun berupa deskripsi tentang data yang
diperoleh.
3.3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini
mengambil lokasi di daerah Malingping, Binuangeun dan Bayah yang termasuk ke
dalam Kabupaten Lebak Propinsi Banten. Penelitian ini dilakukan di MAS MA
Binuangeun, MAS MA Lebak Jaha, MAS MA Pedes, dan MAN 1 Bayah. Penelitian ini
akan mendeskripsikan dan menganalisis data berkaitan dengan problematika guru
dalam pendayagunaan media pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia dalam
rangka meningkatan pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam konteks ini
fokus penelitian mendeskripsikan dan menganalisis tentang masalah yang dihadapi
guru dalam pendayagunaan media pembelajaran di sekolah guna meningkatkan
pembelajaran yang berkualitas.
3.4. Sumber Data
Menurut
Lofland (dalam Moleong, 2006:47), sumber data utama dalam penelitian kualitatif
ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian ini yang akan dijadikan sumber
data salah satunya adalah manusia yang dijadikan informan. Dikarenakan
penelitian ini dilakukan pada lembaga pendidikan, tepatnya di sekolah Madrasah
Aliah Binuangeun, Madrasah Aliah Negeri Bayah, Madrasah Aliah Lebak Jaha, dan
Madrasah Aliah Pedes Malingping, maka dari itu yang menjadi informan yaitu,
guru sebagai tenaga pendidik, kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah dan
siswa sebagai peserta didik yang berinteraksi langsung dengan guru di dalam
kelas.
a. Penentuan Informan
Informan
diambil dari lingkungan sekolah Informan dipilih berdasarkan karakteristik
kesesuaian dengan data yang diperlukan yakni, guru, peserta didik dan kepala
sekolah. Informan tersebut, ditentukan dan ditetapkan tidak berdasarkan pada
jumlah yang dibutuhkan, melainkan berdasarkan pertimbangan fungsi dan peran
informan sesuai batas penelitian. Kategori subjek informan dalam penelitian ini
adalah mereka yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran; guru, peserta
didik, dan kepala sekolah.
Di dalam
penelitian kualitatif tidak menggunakan sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive
sample), (Moeleong, 2006: 224). Dalam penelitian ini untuk memperoleh data
tidak ditentukan dari mana dan dari siapa peneliti memulai, tetapi bila hal
tersebut sudah berjalan maka pemilihan berikutnya bergantung pada apa keperluan
peneliti. Dengan demikian, teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik sampling bola salju yaitu mulai dari satu semakin lama
semakin banyak.
3.5 . Prosedur Pengumpulan Data
Dalam
penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi
yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak
pada observasi berperan serta, wawancara mendalam, dan dokumentasi, (Sugiyono,
2008: 225). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
melalui observasi, wawancara, dan dari dokumentasi dalam rangka mengumpulkan
data-data untuk keperluan penelitian. Observasi dilakukan oleh peneliti untuk
mengamati kegiatan informan dalam mempersiapkan media atau pada saat membuat
model pembelajaran dengan penggunaan media pembelajaran dan pada saat
berlangsungnya proses belajar mengajar. Wawancara dilakukan untuk memperoleh
data informasi dari informan yang telah ditentukan melalui proses tanya jawab
seputar masalah yang dijadikan fokus penelitian, dalam hal ini peneliti akan
membuat panduan pertanyaan sederhana yang akan diajukan kepada narasumber.
Kemudian langkah lainnya yang digunakan adalah mencari data dari data tertulis,
berupa: arsip, buku-buku, surat kabar, majalah dll. Hal ini dilakukan untuk menunjang data yang diperoleh di lapangan.
3.6. Analisis Data
Analisis data
adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data
ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesia, menyusun
ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat
kesimpulan. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Menurut
Nasution (dalam Sugiyono, 2008: 245), analisis telah mulai sejak merumuskan dan
mejelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai
penulisan hasil penelitian.
Kegiatan dalam analisis data dalam penelitaian ini, yakni: pertama,
kegiatan reduksi data (data reduction), pada tahap ini peneliti memilih
hal-hal yang pokok dari data yang di dapat dari lapangan, merangkum,
memfokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari tema dan polanya. Proses
reduksi ini dilakukan secara bertahap, selama dan setelah pengumpulan data
sampai laporan hasil. Penulis memilah-milah data yang penting yang berkaitan
dengan fokus penelitan dan membuat kerangka penyajiannya. Kedua, penyajian
data (data display), setelah mereduksi data, maka langkah selanjunya
adalah mendisplay data. Di dalam kegiatan ini, penulis menyusun kembali data
berdasarkan klasifikasi dan masing-masing topik kemudian dipisahkan, kemduian
topik yang sama disimpan dalam satu tempat, masing-masing tempat dan diberi
tanda, hal ini untuk memudahkan dalam penggunaan data agar tidak terjadi
kekeliruan. Ketiga, data yang dikelompokan pada kegiatan kedua kemduian
diteliti kembali dengan cermat, dilihat mana data yang telah lengkap dan data
yang belum lengkap yang masih memerlukan data tambahan, dan kegiatan ini
dilakuakan pada saat kegiatan berlangsung. Keempat, setelah data
dianggap cukup dan telah sampai pada titik jenuh atau telah memperoleh
kesesuaian, maka kegiatan yang selanjutnya yaitu menyusun laporan hingga pada
akhir pembuatan simpulan.
Analisis data dalam penelitian kualitatif menggunakan metode induktif.
Penelitain ini tidak menguji hipotesis (akan tetapi hipotesis kerja hanya
digunakan sebagai pedoman) tetapi lebih merupakan penyusunan abstraksi
berdasarkan data yang dikumpulkan. Analisis dilakukan lebih intensif setelah
semua data yang diperoleh di lapangan sudah memadai dan dianggap cukup, untuk
diolah dan disusun menjadi hasil penelitian sampai dengan tahap akhir yakni
kesimpulan penelitian.
3.7. Pengecekan Keabsahan Instrumen
Di dalam
penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri. Oleh
karena itu peneliti sebagai intrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh
peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke
lapangan. Di dalam bukunya Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D Sugiyono (2008:222), validasi terhadap peneliti sebagai instrumen
meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan
wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek
penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.
Instrumen utama
dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. Namun, selanjutnya setelah
fokus penelitian menjadi jelas, maka akan dikembangkan intrumen penelitian
sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data
yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara. Yang
melakukan validasi adalah peneliti sendiri.
3.8 Tahap – Tahap
Penelitian
Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan 7
(tujuh) langkah dalam proses mendapatkan pengetahuan baru, di antaranya:
1) Pemilihan topik;
Langkah pertama yang harus
diambil peneliti untuk memulai suatu penelitian adalah dengan menentukan atau
memilih topik penelitian. Penentuan topik ini penting, namun karena masih
bersifat sangat umum, topik penelitian belum dapat mengarahkan ke mana
penelitian akan dibawa.
2) Pemfokusan
Pertanyaan penelitian;
Sebagaimana telah disebutkan, bahwa topik penelitian pada umumnya masih
bersifat sangat umum (general) sehingga pengetahuan yang akan digali
juga sangat luas dan kurang terfokus. Untuk kepentingan penelitian, maka topik
tersebut harus diturunkan sampai tingkatan yang mudah dioperasionalkan,
sehingga data dan informasi yang akan digali dari penelitian tersebut menjadi
jelas. Fokus penelitian tersebut dapat diperoleh melalui penyusunan
pertanyaan-pertanyaan penelitian (research questions) atau rumusan
masalah (problem statement) yang terkait dengan topik tersebut.
3) Desain
Penelitian.
Desain penelitian melingkupi berbagai informasi
penting tentang rencana penelitian. Dalam desain penelitian diuraikan tentang
pertanyaan fokus penelitian, tujuan penelitian, variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian, dan berbagai prosedur untuk penentuan sample/key
informan, penggalian dan analisa data.
4) Pengumpulan
Data
Merupakan proses pengumpulan berbagai data dan
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Proses pengumpulan data ini
dilakukan mengacu pada prosedur penggalian data yang telah dirumuskan dalam desain
penelitian. Adapun data berdasarkan jenisnya
dapat dibedakan atas data primer, data sekunder, data kuantitatif dan data
kualitatif.
5) Analisa Data
Data dan informasi yang diperoleh
dari proses pengumpulan data selanjutnya dianalisa menggunakan prosedur yang
tepat sesuai jenis data dan rancangan yang telah dirumuskan dalam desain
penelitian.
6) Interpretasi Data
Hasil analisa data kemudian
diinterpretasikan sehingga data-data tersebut memberikan informasi yang
bermanfaat bagi peneliti. Pada jenis penelitian eksplanatory, tahap
interpretasi data adalah tahap mengkaitkan hubungan antara berbagai variabel
penelitian dan untuk menjawab apakah hipotesa kerja diterima ataukah ditolak.
Sedangkan pada penelitian deskriptif, interpretasi ini adalah untuk menjelaskan
fenomena penelitian secara mendalam berdasarkan data dan informasi yang
tersedia.
7) Diseminasi
Hasil penelitian, selanjutnya
disampaikan keberbagai pihak. Tujuan diseminasi ini adalah selain untuk
memasyarakatkan hasil temuan pada masyarakat dan forum ilmiah, juga agar hasil
penelitian mendapatkan umpan balik dari dunia ilmiah.
http://susilwatiisah.blogspot.com/2012/11/contoh-proposal-kualitatif.html
Kristianawati,
Ari. (Sumberharapan, 2009 April 2008). ” Masalah-Maslah Guru dalam Penggunaan
Media”.
Moleong, Lexy J.
2006. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: ROSDAKARYA.
Mulyasa, E. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas.
Bandung: Rosda Karya.
Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005,
standar nasional pendidikan.
Rumampuk, 1988. “ Prinsip Pemilihan Media”. Internet.
Santayasa, I Wayan. 2007. “ Landasan
Konseptual Media Pembelajaran” (makalah). Universitas Ghanesa.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
ALFABETA.