Jumat, 08 November 2013

proposal metodologi penelitian

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
            Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berpikir, bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam upaya mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Tuhan Yang Maha Esa untuk beribadah. Manusia sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dengan diberikannya akal pikiran yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Untuk mengolah akal pikiran yang dimiliki, manusia memerlukan suatu pola pendidikan. Selain itu juga manusia adalah mahluk piskofisik netral yakni makhluk yang memiliki kemandirian jasmaniah dan ruhaniah, (Baharudin & Makin, 2007: 109). Dalam kondisi kemandirian itu, manusia memiliki potensi untuk berkembang, dan karena itu diperlukan adanya pendidikan supaya kebutuhan fisik dan fsikisnya dapat terpenuhi secara seimbang dan harmonis.
            Pendidikan sebagai proses atas nama kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan dan disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh siapa pun untuk tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik, (Adler, 2007: 139). Dalam hal ini proses yang terjadi merupakan suatu kegiatan yang disadari guna mencapai suatu tujuan. Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 
            Pendidikan terjadi melalui pembelajaran atau proses belajar mengajar di sekolah. Di dalam proses pembelajaran terjadinya interaksi antara guru dan peserta didik guna mencapai tujuan pembelajaran. Guru mempunyai pengaruh yang besar bukan hanya pada prestasi pendidikan anak tetapi juga pada sikap anak di sekolah dan terhadap kebiasaan belajar anak pada umumnya. Guru dalam pengertian sederhana adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar ke peserta didik, (Chotimah dalam Asmani, 2009: 20). Jadi, dalam hal ini guru memerlukan metodologi pembelajaran, baik itu metode atau juga media pembelajaran dalam upaya mengalihkan ilmu pengetahuan dari sumber belajar ke peserta didik guna tercapainya suatu tujuan pembelajaran.
Sejak zaman dahulu ada anggapan yang salah kaprah, yaitu bahwa guru adalah orang yang paling tahu. Pendapat itu terus berkembang menjadi guru lebih dulu tahu atau pengetahuan guru lebih tinggi dibandingkan peserta didiknya, dengan sikap guru yang seperti itu akan menghambat pengetahuan dan krativitas peserta didik. Menurut paradigma behavioristik, belajar merupakan transmisi pengetahuan dari expert ke novice. Berdasarkan konsep ini, peran guru adalah menyediakan dan menuangkan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik. Guru beranggapan bahwa dirinya berhasil apabila dia dapat menuangkan pengetahuan sebanyak-banyak ke kepala peserta didik dan peserta didik dianggap berhasil apabila mereka tunduk menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru. Praktek pendidikan yang berorientasi pada anggapan seperti itu adalah bersifat induktrinasi, sehingga akan berdampak pada pelemahan kognitif para peserta didik, menghalangi perkembangan kreativitas peserta didik, dan memenggal peluang peserta didik untuk mencapai higher order thinking. Akhir- akhir ini, konsep belajar didekati menurut paradigma konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme, belajar merupakan hasil konstruksi sendiri (peserta didik) terhadap hasil interaksinya terhadap lingkungan belajar. Pengkonstruksian pemahaman dalam waktu belajar dapat melalui proses asimilasi atau akomodasi. Secara hakiki, asimilasi dan akomodasi terjadi sebagai usaha peserta didik untuk menyempurnakan atau merubah pengetahuan yang telah ada di benaknya (Heinich, et.al, dalam Santyasa, 2007). Pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik sering pula diistilahkan sebagai prakonsepsi. Proses asimilasi terjadi apabila terdapat kesesuaian antara pengalaman baru dengan prakonsepsi yang dimiliki peserta didik. Sedangkan proses akomodasi adalah suatu proses adaptasi, evolusi atau perubahan yang terjadi sebagai akibat pengalaman baru peserta didik yang tidak sesuai dengan prakonsepsinya.
            Tinjauan filosofis, psikologi kognitif, psikologi sosial, dan teori sains sepakat menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan (Dole & Sinatra, dalam Santyasa, 2007). Peserta didik sendiri yang melakukan perubahan tentang pengetahuannya. Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator, mediator, dan pembimbing. Guru hanya dapat membantu proses perubahan pengetahuan di kepala peserta didik melalui perannya menyiapkan scaffolding dan guiding, sehingga siswa dapat mencapai tingkatan pemahaman yang lebih berkembang dibandingkan dengan pengetahuan sebelumnya. Guru menyiapkan tangga yang efektif, tetapi siswa sendiri yang memanjat melalui tangga tersebut untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam.
            Berdasarkan paradigma konstruktivisme tentang belajar tersebut, maka media-mediated instruction atau pendayagunaan media menempati posisi cukup strategis dalam rangka mwujudkan situasi belajar secara optimal. Situasi belajar yang optimal merupakan salah satu indikator untuk mewujudkan hasil belajar peserta didik yang optimal pula. Hasil belajar yang optimal juga merupakan salah satu cerminan hasil pendidikan yang bermutu dan bermakna (berkualitas).
            Di dalam proses belajar mengajar yang berlangsung, ada dua aspek yang menonjol, yakni metode pembelajaran dan media pembelajaran sebagai alat bantu mengajar. Metode adalah teknik atau cara mengajar seorang guru dalam menyampaikan dan berinteraksi dengan peserta didik, sehingga proses belajar berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran tercapai. Sementara, media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim kepada penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa yang menjurus ke arah terjadinya proses belajar. Media merupakan alat yang harus ada apabila kita ingin memudahkan sesuatu dalam pekerjaan. Dapat dikatakan proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi, guru (komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, peserta didik (komunikan), dan tujuan pembelajaran. Jadi, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.  
            Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah masih banyak mengalami hambatan. Hal tersebut berdampak pada proses pembelajaran yang tidak efektif dan efisien sehingga hasil pembelajaran pun jauh dari kompetensi dasar yang seharusnya dikuasai oleh peserta didik. Salah satu pemicu masalah tersebut adalah penggunaan metodologi pembelajaran (teknik dan media) yang digunakan guru kurang tepat, dalam hal ini berkaitan dengan pendayagunaan media pembelajaran di sekolah. Masih banyak guru yang belum atau tidak sama bisa sekali mempergunakan media sebagai alat bantu media pembelajaran, padahal dengan media penyampaian proses belajar mengajar lebih efektif dan efesien dan hasil serta tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik. Masalah yang sering ditemui di lapangan atau di sekolah-sekolah, mengapa sampai saat ini masih ada guru yang enggan menggunakan media dalam mengajar, ternyata dari hasil pengamatan dan diskusi dalam berbagai kesempatan dengan para guru, terdapat sekurang-kurangnya tujuh alasan guru tidak menggunakan media pembelajaran, yaitu: pertama, menggunakan media itu repot; kedua, media itu canggih dan mahal; ketiga, karena tidak bisa; keempat, karena tidak tersedia; kelima, kebiasaan menikmati ceramah atau bicara; keenam, media itu hiburan (membuat murid-murid main-main tidak serius); ketujuh, kurangnya penghargaan dari atasan. Itulah alasan-alasan yang ditemui di lapangan, dengan alasan itu guru berdalih bahwa proses pembelajaran dapat berlangsung dan berhasil tanpa media.
Masalah pendayagunaan media ini terjadi di  Madrasah Aliyah yang ada di Kaupaten Lebak. Pada umunya guru dalam menyampaikan materi hanya bertumpu pada media pembelajaran yang selama ini digunakan yaitu buku teks sebagai sumber belajar. Sebagian besar guru tidak pernah menggunakan media pembelajaran lain di dalam proses KBM, hal ini berdampak pada proses pembelajaran yang kurang efektif dan efisien dan hasil tujuan pembelajarannya pun tidak sesuai dengan kompetensi dasar yang ditentukan.
            Berdasarkan permasalahan yang terdapat di lapangan, mengenai masalah pendayagunaan media pembelajaran dengan ini akan diadakan penelitian tentang ” Problematika Pendayagunaan Media Pembelajaran dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Menciptakan Pembelajaran yang Efektif dan Efisien pada Madrasah Aliyah di Kabupaten Lebak” (Studi Kasus).

1.2. Fokus Penelitian
            Masalah dalam penelitian kualitatif  bertumpu pada suatu  fokus. Tidak ada satu penelitian yang dapat dilakukan tanpa adanya fokus. Menurut Moleong (2006: 386), ” Fokus itu pada dasarnya adalah sumber pokok dari masalah penelitian.”  Di dalam latar belakang masalah di atas ada beberapa masalah yang diungkapkan. Akan tetapi, permasalahan hanya difokuskan pada masalah problematika guru dalam pendayagunaan media pembelajaran pada mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah.
            Adapun fokus masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut:
  1. Bagaimana profil media pembelajaran yang digunakan guru bahasa Indonesia di Madrasah Aliyah Kabupaten Lebak?
  2. Apa problematika guru dalam membuat media pembelajaran untuk mata pelajaran bahasa Indonesia?
  3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi problematika dalam pembuatan media pembelajaran bahasa Indonesia?
  4. Bagaimana model pembelajaran yang efektif dan efisien dengan memanfaatkan media pembelajaran?


1.3. Tujuan Penelitian
a. Secara umum
            Secara umum tujuan penelitian adalah untuk menemukan, mengembangkan, dan membuktikan pengetahuan, (Sugiyono, 2008: 290). Di dalam penelitian ini, tujuan secara umum dilakukannya penelitian ini untuk menemukan, mengembangkan, dan membuktikan pengetahuan tentang pendayagunaan media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar di sekolah.

b. Secara khusus
            Setiap penelitian pastinya memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai. Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini, di antaranya:
  1. Untuk mengetahui bagaimana profil media pembelajaran yang digunakan guru bahasa Indonesia di Madrasah Aliyah Kabupaten Lebak.
  2. Untuk mengetahui problematika guru dalam membuat media pembelajaran bahasa Indonesia.
  3. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi problematika dalam pembuatan media pembelajaran bahasa Indonesia.
  4. Untuk mengetahui model pembelajaran yang efektif dan efisien dengan memanfaatkan media pembelajaran.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat bersifat teoritis (akademik)
            Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan di sekolah. Pengembangan tersebut berkaitan dengan pendayagunaan media pembelajaran dalam rangka menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif dan efisien yang akan meningkatkan hasil pembelajaran sehingga menghasilkan pembelajaran yang  bermutu dan bermakna bagi peserta didik dan guru.

b. Manfaat bersifat praktis  
            Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dan referensi terhadap pemerintah sebagai komponen perumusan kebijakan. Oleh karena itu, hasil penelitian diharapkan menjadi bahan rujukan pengembangan kompetensi dan kemampuan guru di sekolah dalam proses belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam hal ini, khusunya pada komponen metodologi pembelajaran yang mencakup metode dan media pembelajaran. Dengan ini, guru-guru diharapkan dapat mendayagunakan media pembelajaran sebagai alat dan sumber belajar siswa di sekolah. Sehingga, dapat tercipta suasana pembelajaran yang efektif dan efisien.





























BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1.Hasil Penelitian yang  Relevan
Penelitian tentang masalah penggunaan media pembelajaran di sekolah oleh guru sudah pernah diteliti oleh Ricky Pramita mahasiswa Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan-Fakultas ilmu Pendidikan UM 2009, berikut hasil pnelitiannya yangh dituangkannya dalam skripsinya. Judul skripsinya ” Problematika Guru dalam Membuat Media Pembelajaran (studi kasus SMA Negeri di Kota Malang). Media merupakan salah satu bagian dari sistem pembelajaran. Media sebagai bagian integral dari kegiatan pembelajaran maka kedudukannya tidak dapat dipisahkan dan berpengaruh terhadap jalannya proses pembelajaran Akan tetapi, dalam kenyataannnya memilih media pembelajaran yang akan digunakan tidaklah mudah. Banyak hal yang harus iperhatikan agar media yang digunakan benar-benar berhasil guna dan berdaya guna untuk meningkatkan dan memperjelas pemahaman siswa. Banyaknya hal yang harus diperhatikan oleh guru memungkinkan baik guru maupun sekolah mengalami sejumlah kendala dalam penyediaan maupun penggunaan media pembelajaran. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui  bagaimanakah profil media pembelajaran PKn yang digunakan guru SMA Negeri di Kota Malang, mengetahui problematika guru dalam membuat media pembelajaran PKn,
mnegetahui penyebab guru SMA Negeri di Kota Malang mengalami problematika dalam membuat media pembelajaran PKn, mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru dalam
mengatasi problematika dalam membuat media pembelajaran PKn. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Malang, SMAN 2 Malang, SMAN 4 Malang, SMAN 5 Malang, SMAN 6 Malang, dan SMAN 8 Malang. Informan terdiri atas guru PKn dan siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan cara: reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan atau verifikasi data. Untuk menjamin keabsahan data maka dilakukan: perpanjangan kehadiran, ketekunan pengamatan, dan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) berdasarkan bentuk media pembelajaran, profil media pembelajaran yang digunakan oleh guru PKn di SMA Negeri di Kota Malang dapat dikelompok ke dalam (a) media visual dan (b) multimedia berbasis pengalaman langsung. Setiap bentuk media dipergunakan untuk mencapai SK dan KD yang berbeda; sedangkan prosedur penyediaan media pembelajaran melalui: membeli dan membuat; (2) Setiap guru PKn SMA Negeri
di Kota Malang mempunyai problematika masing-masing antara lain: (a) guru PKn SMA Negeri 4 Malang mengalami problematika kurangnya waktu untuk membuat media pembelajaran, (b) guru PKn SMA Negeri 6 Malang mengalami
problematika kurangnya waktu dalam membuat media pembelajaran serta jam pelajaran pelajaran PKn yang hanya 2 jam sehingga tidak mencukupi apabila menggunakan media pembelajaran, selain itu kondisi siswa yang belum mempunyai keinginan belajar yang tinggi juga menjadi problematika dalam membuat media pembelajaran, (c) guru PKn SMA Negeri 5 Malang mengalami problematika kurangnya keterampilan/kemampuan dalam membuat media pembelajaran IT seperti power point, (d) guru PKn SMA Negeri 2 Malang juga mengalami problematika kurangnya keterampilan/kemampuan dalam membuat media pembelajaran IT serta biaya dalam pembuatan media pembelajaran selain sulitnya menselaraskan antara materi dengan media yang akan dibuat, (e) guru PKn SMA Negeri 1 Malang mengalami problematika kurangnya
keterampilan/kemampuan baik dalam membuat maupun menggunakan media pembelajaran IT yang ada di sekolah, (f) guru PKn SMA Negeri 8 Malang mengalami problematika kurangnya respon siswa dalam kerjasama membuat
media pembelajaran PKn; (3) penyebab guru menghadapi problematika dalam membuat media pembelajaran PKn antara lain: (a) tuntutan beban jam mengajar dalam setiap minggunya sebanyak 24 jam, (b) kurangnya pengetahuan guru tentang IT; (4) upaya mengatasi problematika guru dalam membuat media
pembelajaran PKn di SMA Negeri Kota Malang dilakukan dengan kerjasama yang baik semua pihak, terutama sekolah, guru dan siswa seperti (1) mengadakan
workshop dan kepelatihan IT secara rutin, (2) mengirimkan guru ke universitas atau SMK untuk mengikuti kepelatihan IT, (3) mengatur waktu, (4) bekerja sama
dengan siswa. Berdasarkan temuan penelitian di atas, dikemukakan saran sebagai berikut: (1) pihak sekolah diharapkan mendukung secara optimal dalam penyediaan dan penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar,
sekolah harus meningkatkan lagi kuantitas dan kualitas media pembelajaran yang ada di sekolah, (2) guru diharapkan selalu meningkatkan kemampuan, keterampilan serta kreatifitas dalam memilih, mencari, menggunakan dan mengembangkan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar, (3) pihak
kampus (UM) diharapkan membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan keterampilan dalam memilih, membuat, dan menggunakan media pembelajaran dengan mengadakan matakuliah tentang media pembelajaran.

2.2  Acuan teoritik
2.2.1 Proses Pembelajaran
            Proses atau proses belajar mengajar adalah proses interaksi yang berlangsung di dalam kelas yang terjadi antara guru dan peserta didik. Menurut Chaerudin (2004), proses belajar mengajar atau proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga pendidikan agar dapat memengaruhi para peserta didik mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Berarti di dalam proses pembelajaran ada dua individu yang berperan, yakni; guru dan peserta didik. Guru bertindak sebagai komunikator atau bertugas untuk menyampaikan materi pembelajaran. Sementara, peserta didik sebagai komunikan atau bertugas sebagai penerima informasi yang disampaikan oleh guru. Menurut Chotimah (dalam Asmani, 2009: 20), guru dalam pengertian sederhana adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik. Sementara itu, peserta didik sebagai orang yang menjadi penerima berusaha untuk menyerap apa yang disampaikan oleh guru. Guru dikatakan sebagai seseorang yang mengelola kegiatan pembelajaran bagi para peserta didiknya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran di dalam kelas menjadi wewenang dan tanggungjawab guru. Sumber-sumber belajar apa saja yang akan dimanfaatkan di dalam kelas adalah sepenuhnya berada di tangan guru. Metode pembelajaran yang bagaimana yang akan dterapkan di dalam kelas untuk menyajikan materi pelajaran tertentu adalah juga menjadi tanggungjawab guru. Sekalipun sudah ada panduan tentang metode pembelajaran yang ditetapkan untuk digunakan guru dalam menyajikan materi pelajaran, namun tetap saja guru memiliki kewenangan untuk memilih dan menetapkan metode pembelajaran yang akan digunakannya di dalam kelas.

A. Komponen Pembelajaran
            Di dalam lingkungan belajar atau proses belajar mengajar mencakup tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, metodologi pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Unsur-unsur tersebut dikenal dengan sebutan komponen-komponen pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah rumusan kemampuan yang diharapkan dimiliki para peserta didik setelah menempuh berbagai pengalaman belajar (pada akhir pembelajaran). Bahan pembelajaran adalah seperangkat materi keilmuan yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, generalisasi suatu ilmu pengetahuan yang bersumber dari kurikulum dan dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.
Metodologi pembelajaran adalah metode dan teknik yang digunakan guru dalam melakukan interaksinya dengan peserta didik agar bahan pembelajaran sampai kepada mereka sehingga peserta didik menguasi tujuan pembelajaran. Penilaian pembelajaran adalah alat untuk mengukur atau menentukan taraf tercapai tidaknya tujuan pembelajaran. Dalam metodologi pembelajaran, ada dua aspek yang paling menonjol, yakni metode pembelajaran dan media pembelajaran sebagai alat bantu mengajar. Dengan demikian, kedudukan media ada dalam komponen metodologi sebagai salah satu lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
            Menurut Munawar, (dalam Mulyasa, 2009: 176) di dalam pemilihan media pembelajaran harus melihat komponen perencanaan pembelajaran, seperti: pertama, tujuan, media pembelajaran hendaknya sesuai dan menunjang pencapaian tujuan pembelajaran. Kedua, materi pembelajaran, materi yang dipilih hendaknya relevan dan tidak out of date. Ketiga, metode atau pendekatan, metode yang digunakan harus disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan. Keempat, evaluasi, evaluasi mengukur keberhasilan tujuan, oleh karena itu media yang dipilih selain mengacu pada tujuan terkait juga pada evaluasi yang digunakan. Kelima, siswa, pemilihan media pembelajaran perlu disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa, yaitu disesuaikan dengan kemampuan siswa dalam hal membaca, mendengar, dan melihat.

2.2 .2 Konsep Dasar Belajar
 A. Pembelajaran Efektif dan Efisien
Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenangkan dan tidak membosankan.
Pembelajaran yang efektif mempunyai karakteristik bagi siswa untuk melihat, mendengarkan, mendemonstrasikan, bekerja sama, menemukan sendiri, dan membangun konsep sendiri. Hasil penelitian menyebutkan bahwa kebermaknaan belajar, pengalaman belajar 10% diambil dari apa yang kita dengar, 20% dari yang kita baca, 30% dari yang kita lihat, 50% dari yang kita lihat dan dengar, 70% dari yang kita katakan, dan 90% dari yang kita katakan dan lakukan. Menurut PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang menyebutkan bahwa suasana belajar di kelas itu harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, inovatif, dan discover (menemukan sendiri). Dengan demikian dapat dikatakan guru harus bisa menciptakan suatu model pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga akan terlaksananya suatu proses pembelajaran yang menyenangkan.
Interaksi yang baik antara guru (pembelajar) dan peserta didik (pemelajar) merupakan sesuatu yang harus terjadi, harus ada hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik atau antara pembelajar dan pemelajar. Antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik yang lainnya. Sehingga proses pembelajaran perlu dilakukan dengan suasana yang tenang dan menyenangkan, dengan demikian menuntut guru agar kreatif dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Pembelajaran efektif merupakan tolak ukur keberhasilan guru dalam mengelola kelas. Proses pembelajaran dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik dapat terlibat secara aktif, baik mental, fisik, maupun sosialnya. Menurut Hidayat, (2009) kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran yang besar dan percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan efektif apabila terjadi perubahan tingkah laku yang positif pada peserta didik seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%). Proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila masukan merata out put yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat, dan pembangunan.
Untuk dapat mewujudkan suatu pembelajaran yang efektif, maka ada bebrapa aspek yang perlu diperhatikan, di antaranya: (1) guru harus membuat perencanaan pembelajaran yang sistematis, (2) proses pembelajaran harus berkualitas tinggi yang ditunjukan dengan adanya penyampaian materi oleh guru secara sistematis dan menggunakan berbagai variasi di dalam penyampaian, baik itu media, metode, suara, maupun gerak, (3) waktu selama proses pembelajaran berlangsung digunakan secara efektif, (4) motivasi guru membelajarkan dan motivasi belajar guru cukup tinggi, dan (5) hubungan interaktif antara guru dengan peserta didik dalam kelas bagus sehingga setiap terjadi kesulitan belajar dapat segera diatasi, (Hidayat, 2009). Apabila lima aspek itu dilaksanakan maka akan terwujud sebuah pembelajaran yang efektif.


2.3 Penggunaan Media Pembelajaran
2.3.1 Definisi, Posisi dan Fungsi Media Pembelajaran
2.3.1.1 Definisi Media Pembelajaran
Secara etimologi, kata “media” merupakan bentuk jamak dari “medium”, yang berasal dan Bahasa Latin “medius” yang berarti tengah. Sedangkan dalam Bahasa Indonesia, kata “medium” dapat diartikan sebagai “antara” atau “sedang” sehingga pengertian media dapat mengarah pada sesuatu yang mengantar atau meneruskan informasi (pesan) antara sumber (pemberi pesan) dan penerima pesan. Media dapat diartikan sebagai suatu bentuk dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian informasi (AECT, 1977:162).
Istilah media mula-mula dikenal dengan alat peraga, kemudian dikenal dengan istilah audio visual aids (alat bantu pandang/ dengar). Selanjutnya disebut instructional materials (materi pembelajaran), dan kini istilah yang lazim digunakan dalam dunia pendidikan nasional adalah instructional media (media pendidikan atau media pembelajaran). Dalam perkembangannya, sekarang muncul istilah e-Learning. Huruf “e” merupakan singkatan dari “elektronik”. Artinya media pembelajaran berupa alat elektronik, meliputi CD Multimedia Interaktif sebagai bahan ajar offline dan Web sebagai bahan ajar online.
Berikut ini beberapa pendapat para ahli komunikasi atau ahli bahasa tentang pengertian media yaitu
(1)     orang, material, atau kejadian yang dapat menciptakan kondisi sehingga memungkinkan peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang baru, dalam pengertian meliputi buku, guru, dan lingkungan sekolah (Gerlach dan Ely dalam Ibrahim, 1982:3)
(2)     saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan antara sumber (pemberi pesan) dengan penerima pesan (Blake dan Horalsen dalam Latuheru, 1988:11)
(3)     komponen strategi penyampaian yang dapat dimuati pesan yang akan disampaikan kepada pembelajar bisa berupa alat, bahan, dan orang (Degeng, 1989:142)
(4)     media sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan pengirim pesan kepada penerima pesan, sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa, sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan efektif dan efisien sesuai dengan yang diharapkan (Sadiman, dkk., 2002:6)
(5)     alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi, yang terdiri antara lain buku, tape-recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer (Gagne dan Briggs dalam Arsyad, 2002:4)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, maupun metode atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukatif antara guru dan peserta didik dapat berlangsung secara efektif dan efesien sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dicita-citakan.

2.3.1.2 Posisi Media Pembelajaran
            Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem pembelajaran. Posisi media pembelajaran sebagai komponen komunikasi ditunjukkan pada gambar 1.
MEDIA

PENGKODEAN

IDE
 SUMBER       pengalaman                                          pengalaman       penerima        
PENAFSIR-AN KODE

MENGERTI

 

Gambar 1: Posisi Media dalam Sistem Pembelajaran

2.3.1.3 Fungsi Media Pembelajaran
            Dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) kepada penerima (siswa). Sedangkan, metode adalah prosedur untuk membantu siswa dalam menerima dan mengolah informasi guna mencapai tujuan pembelajaran.
            Ada dua fungsi utama media pembelajaran yang perlu kita ketahui. Fungsi pertama media adalah sebagai alat bantu pembelajaran, dan fungsi kedua adalah sebagai media sumber belajar. Kedua fungsi utama tersebut dapat ditelaah dalam ulasan di bawah ini.
a.     Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam pembelajaran, tentunya kita tahu bahwa setiap materi ajar memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada materi ajar yang tidak memerlukan alat bantu, tetapi di lain pihak ada materi ajar yang sangat memerlukan alat bantu berupa media pembelajaran. Media pembelajaran yang dimaksud antara lain berupa globe, grafik, gambar, dan sebagainya. Materi ajar dengan tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar dipahami oleh siswa tanpa bantuan media, maka materi ajar menjadi sukar dicerna dan dipahami oleh setiap siswa. Hal ini akan semakin terasa apabila materi ajar tersebut abstrak dan rumit atau kompleks.
Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi mempermudah jalan menuju tercapainya tujuan pembelajaran. Hal ini, dilandasi keyakinan bahwa kegiatan pembelajaran dengan bantuan media mempertinggi kualitas kegiatan belajar siswa dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti, kegiatan belajar siswa dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik daripada tanpa bantuan media.
b.      Media pembelajaran sebagai sumber belajar. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat, bahan pembelajaran untuk belajar siswa. Sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu manusia, buku, perpustakaan, media massa, alam lingkungan, dan media pendidikan. Media pendidikan, sebagai salah satu sumber belajar, ikut membantu guru dalam memudahkan tercapainya pemahaman materi ajar oleh siswa, serta dapat memperkaya wawasan siswa.
fungsi media dalam proses pembelajaran dapat ditunjukkan pada gambar 2, berikut.
Oval:    GURU
 

Gambar 2: Fungsi Media dalam proses pembelajaran

2.3.2 Manfaat Penggunaan Media Pembelajaran
Secara umum manfaat penggunaan media pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu (1) media pengajaran dapat menarik dan memperbesar perhatian peserta didik terhadap materi pengajaran yang disajikan, (2) media pengajaran dapat mengatasi perbedaan pengalaman belajar peserta didik berdasarkan latar belakang sosial ekonomi, (3) media pembelajaran dapat membantu peserta idik dalam memberikan pengalaman belajar yang sulit diperoleh dengan cara lain, (5) media pembelajaran dapat membantu perkembangan pikiran peserta didik teratur tentang hal yang mereka alami dalam kegiatan belajar mengajar mereka, misalnya menyaksikan pemutaran film tentang suatu kejadian atau peristiwa. rangkaian dan urutan kejadian yang mereka saksikan, dan pemutaran film tadi akan dapat mereka pelajari secara teratur dan berkesinambungan, (6) media pengajaran dapat menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk berusaha mempelajari sendiri berdasarkan pengalaman dan kenyataan, (7) media pengajaran dapat mengurangi adanya verbalisme dalam suatu proses (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka) (Latuheru, 1988:23-24).
Sedangkan menurut Sadiman, dkk. (2002:16), media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, misalnya (1) objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film, atau model, (2) objek yang kecil bisa dibantu dengan menggunakan proyektor, gambar, (3) gerak yang terlalu cepat dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photography, (4) kejadian atau peristiwa di masa lampau dapat ditampilkan dengan pemutaran film, video, foto, maupun VCD, (5) objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain, dan (6) konsep yang terlalu luas (misalnya gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat divisualisasikan dalam bentuk film, gambar, dan lain-lain.
Pemanfaatan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar perlu direncanakan dan dirancang secara sistematik agar media pembelajaran itu efektif untuk digunakan dalam proses belajar mengajar. Ada beberapa pola pemanfaatan media pembelajaran, yaitu (1) pemanfaatan media dalam situasi kelas atau di dalam kelas, yaitu media pembelajaran dimanfaatkan untuk menunjang tercapainya tujuan tertentu dan pemanfaatannya dipadukan dengan proses belajar mengajar dalam situasi kelas, (2) pemanfaatan media di luar situasi kelas atau di luar kelas, meliputi (a) pemanfaatan secara bebas yaitu media yang digunakan tidak diharuskan kepada pemakai tertentu dan tidak ada kontrol dan pengawasan dan pembuat atau pengelola media, serta pemakai tidak dikelola dengan prosedur dan pola tertentu, dan (b) pemanfaatan secara terkontrol yaitu media itu digunakan dalam serangkaian kegiatan yang diatur secara sistematik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan untuk dipakai oleh sasaran pemakai (populasi target) tertentu dengan mengikuti pola dan prosedur pembelajaran tertentu hingga mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut, (3) pemanfaatan media secara perorangan, kelompok atau massal, meliputi (a) pemanfaatan media secara perorangan, yaitu penggunaan media oleh seorang saja (sendirian saja), dan (b) pemanfaatan media secara kelompok, baik kelompok kecil (2-8 orang) maupun kelompok besar (9-40 orang), (4) media dapat juga digunakan secara massal, artinya media dapat digunakan oleh orang yang jumlahnya puluhan, ratusan bahkan ribuan secara bersama-sama.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa seorang guru dalam memanfaatkan suatu media untuk digunakan dalam proses belajar mengajar harus memperhatikan beberapa hal, yaitu (1) tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (2) isi materi pelajaran, (3) strategi belajar mengajar yang digunakan, (4) karakteristik peserta didik yang belajar. Karakteristik peserta didik yang belajar yang dimaksud adalah tingkat pengetahuan siswa terhadap media yang digunakan, bahasa peserta didik, artinya isi pesan yang disampaikan melalui media harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan berbahasa atau kosakata yang dimiliki peserta didik sehingga memudahkan peserta didik dalam memahami isi materi yang disampaikan melalui media. Selain itu, penting juga untuk memperhatikan jumlah peserta didik. Artinya media yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan jumlah peserta didik yang belajar.


2.3.3 Bahan Pertimbangan dalam Memilih Media Pemebelajaran
            Peranan media pembelajaran sangatlah penting dalam proses pembelajaran. Demikian banyak bentuk dan macam media pembelajaran, akan tetapi yang terpenting adalah pemilihan bentuk dan macam media pembelajaran disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, ketersediaan sarana dan prasarana di tempat terjadinya proses pembelajaran tersebut.
            Arief, (dalam Mulyasa, 2009: 175) menyatakan bahwa terdapat sejumlah pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang dapat dirumuskan dalam satu kata ACTION, akronim dari access, cost, technology, interactivity organization, dan novelty.
a. Access
            Kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama dalam memilih media. Apakah media yang diperlukan itu tersedia, mudah dan dapat dimanfaatkan oleh peserta didik? Misalnya, kita ingin menggunakan media internet, perlu dipertimbangkan terlebih dahulu, apakah ada saluran untuk koneksi ke internet, adakah jeringan teleponnya? Akses juga menyangkut aspek kebijakan, misalnya apakah peserta didik diizinkan untuk menggunakan komputer yang terhubung ke internet? Jangan hanya kepala sekolah saja yang boleh menggunakan internet, tetapi juga guru atau karyawan dan peserta didik. Bahkan  peserta didik lebih penting untuk memperoleh akses.

b. Cost
            Biaya juga harus menjadi bahan pertimbangan. Banyak jenis media yang dapat manjadi pilihan kita. Media pembelajaran yang canggih biasanya mahal. Namun biaya itu harus kita hitung dengan aspek manfaat. Sebab semakin banyak yang menggunakan, maka unit cost dari sebuah media akan semakin menurun.

c. Technology
            Mungkin kita tertarik pada suatu media tertentu. Akan tetapi, kita perlu memerhatikan apakah teknisnya tersedia dan mudah menggunakannya. Misalnya, kita akan menggunakan media audio visual untuk di kelas, perlu kita pertimbangkan, apakah tersedia aliran listriknya, voltase listriknya cukup dan sesuai, bagaimana cara mengoperasikannya.

d. Interactivity
Media yang baik hendaknya dapat memunculkan komunikasi dua arah antara guru dengan siswa atau interaktivitas. Semua kegiatan pembelajaran yang akan dikembangkan oleh guru tentu saja memerlukan media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
e. Organization
            Pertimbangan yang penting adalah dukungan organisasi. Misalnya, apakah pimpinan sekolah atau pimpinan yayasan mendukung? Bagaimana pengorganisasiannya? Apakah di sekolah tersedia sarana yang disebut pusat sumber belajar?

f. Novelty
            Kebaruan dari media yang akan dipilih juga harus menjadi pertimbangan. Biasanya media yang baru lebih baik dan menarik bagi peserta didik.
            Dari beberapa pertimbangan di atas, yang terpenting adalah adanya perubahan sikap guru agar mau memanfaatkan dan mengembangkan media pembelajaran yang ” mudah dan murah”, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan sekitarnya serta memunculkan ide dan kreativitas yang dimilikinya.
Menurut Rumampuk (1988:19) bahwa prinsip-prinsip pemilihan media adalah (1) harus diketahui dengan jelas media itu dipilih untuk tujuan apa, (2) pemilihan media harus secara objektif, bukan semata-mata didasarkan atas kesenangan guru atau sekedar sebagai selingan atau hiburan. Pemilihan media itu benar-benar didasarkan atas pertimbangan untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa, (3) tidak ada satu pun media dipakai untuk mencapai semua tujuan. Setiap media memiliki kelebihan dan kelemahan. Untuk menggunakan media dalam kegiatan belajar mengajar hendaknya dipilih secara tepat dengan melihat kelebihan media untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu, (4) pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan metode mengajar dan materi pengajaran, mengingat media merupakan bagian yang integral dalam proses belajar mengajar, (5) untuk dapat memilih media dengan tepat, guru hendaknya mengenal ciri-ciri dan masing-masing media, dan (6) pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan kondisi fisik lingkungan.
Sedangkan Ibrahim (1991:24) menyatakan beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk memilih media pembelajaran, antara lain (1) sebelum memilih media pembelajaran, guru harus menyadari bahwa tidak ada satupun media yang paling baik untuk mencapai semua tujuan. masing-masing media mempunyai kelebihan dan kelemahan. Penggunaan berbagai macam media pembelaiaran yang disusun secara serasi dalam proses belajar mengajar akan mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran, (2) pemilihan media hendaknya dilakukan secara objektif, artinya benar-benar digunakan dengan dasar pertimbangan efektivitas belajar peserta didik, bukan karena kesenangan guru atau sekedar sebagai selingan, (3) pernilihan media hendaknya memperhatikan syarat-syarat (a) sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (b) ketersediaan bahan media, (c) biaya pengadaan, dan (d) kualitas atau mutu teknik.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pemilihan media pembelajaran adalah (1) media yang dipilih harus sesuai dengan tujuan dan materi pelajaran, metode mengajar yang digunakan serta karakteristik peserta didik yang belajar (tingkat pengetahuan siswa, bahasa siswa, dan jumlah siswa yang belajar), (2) untuk dapat memilih media dengan tepat, guru harus mengenal ciri-ciri dann kelemahan serta keunggulan dari tiap tiap media pembelajaran, (3) pemilihan media pembelajaran harus berorientasi pada peserta didik yang belajar, artinya pemilihan media untuk meningkatkan efektivitas belajar peserta didik, (4) pemilihan media harus mempertimbangkan biaya pengadaan, ketersediaan bahan media, mutu media, dan lingkungan fisik tempat  peserta didik belajar.
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diturunkan sejumlah faktor yang mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran yang dapat dipakai sebagai dasar dalam kegiatan pemilihan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah (1) tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, (2) karakteristik peserta didik atau sasaran, (3) jenis rangsangan belajar yang diinginkan, (4) keadaan latar atau lingkungan, (5) kondisi setempat, dan (6) luasnya jangkauan yang ingin dilayani (Sadiman 2002:82).

2.3.4 Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Media pembelajaran banyak jenis dan macamnya. Dari yang paling sederhana dan murah hingga yang canggih dan mahal. Ada yang dapat dibuat oleh guru sendiri dan ada yang diproduksi pabrik. Ada yang sudah tersedia di lingkungan untuk langsung dimanfaatkan dan ada yang sengaja dirancang.
Berbagai sudut pandang untuk menggolongkan jenis-jenis media.
Rudy Bretz (1971) menggolongkan media berdasarkan tiga unsur pokok (suara, visual dan gerak), di antaranya: 1.Media audio, 2.Media cetak, 3.Media visual diam, 4. Media visual gerak, 5. Media audio semi gerak, 6. Media visual semi gerak, 7. Media audio visual diam, 8. Media audio visual gerak.
Anderson (1976) menggolongkan menjadi 10 media:
1.      Audio                                    : Kaset audio, siaran radio, CD, telepon
2.      Cetak                                     : Buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar
3.      Audio-cetak                          : Kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis
4.      Proyeksi visual diam            : Overhead transparansi (OHT), film bingkai (slide)
5.      Proyeksi audio visual dia      : Film bingkai slide bersuara
6.      Visual gerak                          : Film bisu
7.      Audio visual gerak                : Film gerak bersuara, Video/VCD, Televisi
8.      Obyek fisik                            : Benda nyata, model, spesimen
9.      Manusia dan lingkungan       : Guru, pustakawan, laboran
10.    Komputer                              : CAI
Schramm (1985) menggolongkan media berdasarkan kompleksnya suara, yaitu: media kompleks (film, TV, Video/VCD,) dan media sederhana (slide, audio, transparansi, teks). Selain itu menggolongkan media berdasarkan jangkauannya, yaitu media masal (liputannya luas dan serentak / radio, televisi), media kelompok (liputannya seluas ruangan / kaset audio, video, OHP, slide, dll), media individual (untuk perorangan / buku teks, telepon, CAI).
Henrich, dkk menggolongkan media di antaranya: 1. Media yang tidak diproyeksikan, 2. Media yang diproyeksikan, 3. Media audio, 4. Media video, 5. Media berbasis komputer, dan 6. Multi media kit.
Dari segi perkembangan teknologi, media pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua kategori luas, yaitu pilihan media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir (Seels & Glasgow dalam Arsyad, 2002:33). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pilihan media tradisional dapat dibedakan menjadi (1) visual diam yang diproyeksikan, misal proyeksi opaque (tak tembus pandang), proyeksi overhead, slides, dan filmstrips, (2) visual yang tidak diproyeksikan, misal gambar, poster, foto, charts, grafik, diagram, pemaran, papan info, (3) penyajian multimedia, misal slide plus suara (tape), multi-image, (4) visual dinamis yang diproyeksikan, misal film, televisi, video, (5) cetak, misal buku teks, modul, teks terprogram, workbook, majalah ilmiah/ berkala, lembaran lepas (hand-out), (6) permainan, misal teka-teki, simulasi, permainan papan, dan (7) realia, misal model, specimen (contoh), manipulatif (peta, boneka). Sedangkan pilihan media teknologi mutakhir dibedakan menjadi (1) media berbasis telekomunikasi, misal teleconference,

2.4 Masalah-Masalah Guru dalam Penggunaan Media Pembelajaran
            Dalam berbagai hasil penelitian dan tulisan mensinyalir ada sekitar 70 s.d. 90% guru dalam pemanfaatan kemajuan teknologi pembelajaran dalam proses pembelajaran dan kegiatan lain dianggap masih gaptek (gagap teknologi). Jika kondisi ini benar demikian, alangkah menyedihkan dan bahkan menyakitkan, betapa tidak, sebab di tengah didengungkannya pembelajaran interaktif (e-learning) yang juga harus melibatkan guru-gurunya dalam bidang studi apapun, alangkah ironis kalau gurunya sendiri tidak pernah sedikitpun menjamah teknologi informasi yang kini telah merambah kesemua sisi kehidupan manusia atau dengan kata lain sudah mendunia.
            Menurut Ari Kristianawati (Sinarharapan, 29 April 2008), para guru tidak hanya gagap dalam beradaptasi denagan kemajuan ilmu pengetahuan, mereka juga terjebak dalam kebiasaan menjadi robot kurikulum pendidikan, sehingga prakarsa dan inisiatif para guru untuk belajar menggali metode, bahan ajar dan pola relasi belajar mengajar yang baru sangat minimalis. Rendahnya mutu atau kapabilitas guru di Indonesia, disebabkan pertama, faktor strutural, selama orba guru dijadikan bemper politik Golkar, agen pemenangan melalui Korpri dan PGRI. Kedua, kuatnya politik pendidikan, mengontrol arah dan sistem pendidikan membaut aparat guru seperti robot yang dipenjara melalui tugas-tugas kedinasan yang stagnan. Ketiga, rendahnya tingkat kesejahteraan guru, ini membuat mereka tidak bisa optimal dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, dan selalu mengurusi keluarga. Beberapa kendala yang dihadapi guru dalam pemanfaatan TIK adalah adanya kendala internal, seperti kesibukan jam mengajar diberbagai tempat, maupun kendala eksternal seperti ketersediaan akses internet dan waktu pelatihan sendiri. Kendala internal dan eksternal tersebut sebenarnya hanyalah sebuah ”pembenaran” untuk tidak melakukan hal-hal yang dibutuhkan. Artinya, berpatokan pada peribahasa ”dimana ada kemauan di sana ada jalan” kita memang harus mempersiapkan diri menyongsong era baru dalam berkomunikasi dengan berbagai informasi yang ada.
            Masalah yang sering ditemui di lapangan atau di sekolah, mengapa sampai saat ini masih ada guru yang enggan menggunakan media dalam mengajar. Berdasarkan pengalaman, pengamatan dan diskusi dalam berbagai kesempatan dengan para guru, Sutjiono( 2009), mengungkapkan ada tujuh alasan guru tidak menggunakan media pembelajaran, yaitu:
1.      Menggunakan media itu repot
      Mengajar dengan menggunakan media perlu persiapan. Apalagi kalau media itu semacam OHP, audio visual, vcd, slide projector, atau internet, perlu listrik. Guru sudah sangat repot dengan menulis persiapan mengajar, jadwal pelajaran yang padat, jumlah kelas paralel yang sedikit, masalah keluarga di rumah dan lain-lain. Inilah beberapa alasan yang dikemukan para guru. Padahal, kalau guru mau berpikir dari aspek lain, bahwa dengan media pembelajaran akan lebih efektif, maka tidak ada alasan repot, tetapi akan mendapatkan hasil optimal. Media pembelajaran juga relatif awet, artinya sekali menyiapkan bahan pembelajaran, dapat dipakai beberapa kali penyajian.
2. Media itu canggih dan mahal
      Tidak selalu media itu harus canggih dan mahal. Nilai penting dari sebuah media pembelajaran bukan terletak pada kecanggihannya (apalagi harga yang mahal) Namur pada efektifitas dan efisiensi dalam membantu proses pembelajaran. Banyak media sederhana yang dapat dikembangkan oleh guru dengan harga murah. Kalaupun dibutuhkan media canggih semacam audio visual atau multi media, maka “cost-nya” akan menjadi murah apabila dapat digunakan oleh banyak peserta didik dan beberapa guru.

3.      Tidak bisa
      Demam teknologi ternyata menyerang sebagian guru-guru di Indonesia. Ada beberapa guru yang ”takut” dengan peralatan elektronik, takut terkena setrum, takut korsleting, takut salah pijit, dan sebagainya.
4.   Media itu hiburan (membuat peserta didik main-main, tidak serius)
      Media itu hiburan, sedangkan belajar itu serius. Alasan ini sudah jarang ditemui di sekolah, namun tetap ada. Menurut pendapat orang-orang terdahulu belajar itu harus dengan serius. Belajar itu harus mengerutkan dahi. Media pembelajaran itu identik dengan hiburan. Hiburan itu hal yang berbeda dengan belajar. Tidak mungkin belajar sambil santai. Ini memang pendapat orang-orang zaman dahulu. Paradigma belajar kini sudah berubah, kalau bisa belajar dengan menyenangkan, mengapa harus dengan menderita. Kalau dapat dilakukan dengan mudah, kenapa harus dipersulit.
5.   Tidak tersedia
      Tidak tersedia media pembelajaran di sekolah, mungkin ini adalah alasan yang masuk akal. Tetapi, seorang guru tidak boleh menyerah begitu saja. Ia adalah seorang profesional yang harus kreatif, inovatif, dan banyak inisiatif. Media pembelajaran tidak harus canggih, namun juga dapat dikembangkan sendiri oleh guru. Dalam hal ini pimpinan sekolah hendaknya cepat tanggap. Jangan sampai suasana kelas menjadi gersang, di kelas hanya ada papan tulis dan kapur.
6.   Kebebasan menikmati ceramah atau bicara
      Metode mengajar dengan ceramah adalah hal yang enak. Berbicara itu memang nikmat. Inilah kebiasaan yang sulit dirubah. Seorang guru cenderung mengulang cara-cara gurunya terdahulu. Mengajar dengan mengandalkan verbal lebih mudah, tidak memerlukan persiapan mengajar yang banyak, jadi lebih enak untuk guru, tetapi tidak enak untuk peserta didik. Hal yang harus dipertimbangkan dalam pembelajaran adalah kepentingan siswa yang belajar, bukan kepuasan guru semata.
7.   Kurangnya penghargaan dari atasan
Kurangnya penghargaan dari atasan, mungkin adalah alasan yang masuk akal. Sering terjadi bahwa guru yang mengajar dengan media pembelajaran yang dipersiapkan secara baik, kurang mendapat penghargaan dari pimpinan sekolah atau pimpinan yayasan. Tidak adanya reward bagi guru sering menjadikannya ”malas”. Selama ini tidak ada perbedaan perlakuan bagi guru yang menggunakan media pembelajaran dengan guru yang mengajar dengan tidak menggunakan media pembelajaran (metode ceramah atau bicara saja). Sebetulnya bentuk penghargaan tidak harus bentuk materi, tetapi dapat dengan bentuk pujian atau bentuk lainnya.








PROSES KBM YANG
EFEKTIF DANEFISIEN
 C. Kerangka pemikiran
 










Gambar 3: Kerangka pemikiran

D. Hipotesis kerja
            Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan beberapa hipotesis kerja yang dijadikan panduan dalam penelitian yang akan dilakukan, yaitu:
1.      Guru-guru di Madrasah Aliyah Kabupaten Lebak masih banyak sekali menghadapi masalah dalam pendayagunaan media pembelajaran di sekolah.
2.      Upaya guru-guru dalam menangani masalah pendayagunaan media pembelajaran sangat bervariatif .
3.      Yang bertanggung jawab dalam masalah pendayagunaan media pembelajaran yaitu pihak-pihak yang terkait, seperti; pihak sekolah dan guru yang bersangkutan.
4.      Akan tercipta model pembelajaran yang efektif dan efisien dengan memanfaatkan media pembelajaran.


























BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian
          Menurut Margono (2004: 36), ” penelitian kualitatif  bersifat ”generating theory” bukan ” hypothesis-testing”, sehingga teori yang dihasilkan berupa teori substantif. Karena itu, isi pada penelitian kualitatif lebih penting daripada simbol atau atribut seperti pada penelitian kuantitatif.”
            Di dalam penelitian kualitatif analisis yang digunakan lebih bersifat deskriptif-analitik yang berarti interpretasi terhadap isi, dibuat dan disusun secara sistemik atau menyeluruh dan sistematis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Alasan peneliti menggunakan pendekatan ini karena data yang bersifat holistik, kompleks, dinamis dan penuh makna. Sehingga, kurang tepat data pada situasi sosial tersebut diperoleh dengan pendekatan kuantitatif.


3.2. Kehadiran Peneliti
            Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif yaitu peneliti sebagai instrumen penelitian. Dalam Margono (2004: 51), dijelaskan peneliti kualitataif  berusaha berinteraksi dengan subjek penelitiannya secara alamiah dan dengan cara tidak memaksa. Di dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen penelitian berusaha mencari informasi dari subjek sebagai orang yang dijadikan informan dalam penelitian yang sedang dilakukan. Peneliti sadar bahwa tujuan utama adalah mencari informasi bukan menilai suatu situasi. Sehingga, analisis datanya pun berupa deskripsi tentang data yang diperoleh.


3.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di daerah Malingping, Binuangeun dan Bayah yang termasuk ke dalam Kabupaten Lebak Propinsi Banten. Penelitian ini dilakukan di MAS MA Binuangeun, MAS MA Lebak Jaha, MAS MA Pedes, dan MAN 1 Bayah. Penelitian ini akan mendeskripsikan dan menganalisis data berkaitan dengan problematika guru dalam pendayagunaan media pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia dalam rangka meningkatan pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam konteks ini fokus penelitian mendeskripsikan dan menganalisis tentang masalah yang dihadapi guru dalam pendayagunaan media pembelajaran di sekolah guna meningkatkan pembelajaran yang berkualitas. 

3.4. Sumber Data
           Menurut Lofland (dalam Moleong, 2006:47), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian ini yang akan dijadikan sumber data salah satunya adalah manusia yang dijadikan informan. Dikarenakan penelitian ini dilakukan pada lembaga pendidikan, tepatnya di sekolah Madrasah Aliah Binuangeun, Madrasah Aliah Negeri Bayah, Madrasah Aliah Lebak Jaha, dan Madrasah Aliah Pedes Malingping, maka dari itu yang menjadi informan yaitu, guru sebagai tenaga pendidik, kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah dan siswa sebagai peserta didik yang berinteraksi langsung dengan guru di dalam kelas.
a. Penentuan Informan
Informan diambil dari lingkungan sekolah Informan dipilih berdasarkan karakteristik kesesuaian dengan data yang diperlukan yakni, guru, peserta didik dan kepala sekolah. Informan tersebut, ditentukan dan ditetapkan tidak berdasarkan pada jumlah yang dibutuhkan, melainkan berdasarkan pertimbangan fungsi dan peran informan sesuai batas penelitian. Kategori subjek informan dalam penelitian ini adalah mereka yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran; guru, peserta didik, dan kepala sekolah. 
Di dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample), (Moeleong, 2006: 224). Dalam penelitian ini untuk memperoleh data tidak ditentukan dari mana dan dari siapa peneliti memulai, tetapi bila hal tersebut sudah berjalan maka pemilihan berikutnya bergantung pada apa keperluan peneliti. Dengan demikian, teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling bola salju yaitu mulai dari satu semakin lama semakin banyak.

3.5 . Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta, wawancara mendalam, dan dokumentasi, (Sugiyono, 2008: 225). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dari dokumentasi dalam rangka mengumpulkan data-data untuk keperluan penelitian. Observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengamati kegiatan informan dalam mempersiapkan media atau pada saat membuat model pembelajaran dengan penggunaan media pembelajaran dan pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data informasi dari informan yang telah ditentukan melalui proses tanya jawab seputar masalah yang dijadikan fokus penelitian, dalam hal ini peneliti akan membuat panduan pertanyaan sederhana yang akan diajukan kepada narasumber. Kemudian langkah lainnya yang digunakan adalah mencari data dari data tertulis, berupa: arsip, buku-buku, surat kabar, majalah dll. Hal ini dilakukan untuk menunjang data yang diperoleh di lapangan.


3.6. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesia, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2008: 245), analisis telah mulai sejak merumuskan dan mejelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.
            Kegiatan dalam analisis data dalam penelitaian ini, yakni: pertama, kegiatan reduksi data (data reduction), pada tahap ini peneliti memilih hal-hal yang pokok dari data yang di dapat dari lapangan, merangkum, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari tema dan polanya. Proses reduksi ini dilakukan secara bertahap, selama dan setelah pengumpulan data sampai laporan hasil. Penulis memilah-milah data yang penting yang berkaitan dengan fokus penelitan dan membuat kerangka penyajiannya. Kedua, penyajian data (data display), setelah mereduksi data, maka langkah selanjunya adalah mendisplay data. Di dalam kegiatan ini, penulis menyusun kembali data berdasarkan klasifikasi dan masing-masing topik kemudian dipisahkan, kemduian topik yang sama disimpan dalam satu tempat, masing-masing tempat dan diberi tanda, hal ini untuk memudahkan dalam penggunaan data agar tidak terjadi kekeliruan. Ketiga, data yang dikelompokan pada kegiatan kedua kemduian diteliti kembali dengan cermat, dilihat mana data yang telah lengkap dan data yang belum lengkap yang masih memerlukan data tambahan, dan kegiatan ini dilakuakan pada saat kegiatan berlangsung. Keempat, setelah data dianggap cukup dan telah sampai pada titik jenuh atau telah memperoleh kesesuaian, maka kegiatan yang selanjutnya yaitu menyusun laporan hingga pada akhir pembuatan simpulan. 
            Analisis data dalam penelitian kualitatif menggunakan metode induktif. Penelitain ini tidak menguji hipotesis (akan tetapi hipotesis kerja hanya digunakan sebagai pedoman) tetapi lebih merupakan penyusunan abstraksi berdasarkan data yang dikumpulkan. Analisis dilakukan lebih intensif setelah semua data yang diperoleh di lapangan sudah memadai dan dianggap cukup, untuk diolah dan disusun menjadi hasil penelitian sampai dengan tahap akhir yakni kesimpulan penelitian.



3.7. Pengecekan Keabsahan Instrumen
            Di dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai intrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif  siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Di dalam bukunya Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D Sugiyono (2008:222), validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.
Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. Namun, selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka akan dikembangkan intrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri.


3.8  Tahap – Tahap Penelitian
            Di dalam penelitian ini,  peneliti melakukan 7 (tujuh) langkah dalam proses mendapatkan pengetahuan baru, di antaranya:
 1) Pemilihan topik;
Langkah pertama yang harus diambil peneliti untuk memulai suatu penelitian adalah dengan menentukan atau memilih topik penelitian. Penentuan topik ini penting, namun karena masih bersifat sangat umum, topik penelitian belum dapat mengarahkan ke mana penelitian akan dibawa.

 2) Pemfokusan Pertanyaan penelitian;
   Sebagaimana telah disebutkan, bahwa topik penelitian pada umumnya masih bersifat sangat umum (general) sehingga pengetahuan yang akan digali juga sangat luas dan kurang terfokus. Untuk kepentingan penelitian, maka topik tersebut harus diturunkan sampai tingkatan yang mudah dioperasionalkan, sehingga data dan informasi yang akan digali dari penelitian tersebut menjadi jelas. Fokus penelitian tersebut dapat diperoleh melalui penyusunan pertanyaan-pertanyaan penelitian (research questions) atau rumusan masalah (problem statement) yang terkait dengan topik tersebut.

3) Desain Penelitian.
Desain penelitian melingkupi berbagai informasi penting tentang rencana penelitian. Dalam desain penelitian diuraikan tentang pertanyaan fokus penelitian, tujuan penelitian, variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, dan berbagai prosedur untuk penentuan sample/key informan, penggalian dan analisa data.

4) Pengumpulan Data
Merupakan proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Proses pengumpulan data ini dilakukan mengacu pada prosedur penggalian data yang telah dirumuskan dalam desain penelitian. Adapun data berdasarkan jenisnya dapat dibedakan atas data primer, data sekunder, data kuantitatif dan data kualitatif.

5) Analisa Data
Data dan informasi yang diperoleh dari proses pengumpulan data selanjutnya dianalisa menggunakan prosedur yang tepat sesuai jenis data dan rancangan yang telah dirumuskan dalam desain penelitian.

6) Interpretasi Data
Hasil analisa data kemudian diinterpretasikan sehingga data-data tersebut memberikan informasi yang bermanfaat bagi peneliti. Pada jenis penelitian eksplanatory, tahap interpretasi data adalah tahap mengkaitkan hubungan antara berbagai variabel penelitian dan untuk menjawab apakah hipotesa kerja diterima ataukah ditolak. Sedangkan pada penelitian deskriptif, interpretasi ini adalah untuk menjelaskan fenomena penelitian secara mendalam berdasarkan data dan informasi yang tersedia.

7) Diseminasi
Hasil penelitian, selanjutnya disampaikan keberbagai pihak. Tujuan diseminasi ini adalah selain untuk memasyarakatkan hasil temuan pada masyarakat dan forum ilmiah, juga agar hasil penelitian mendapatkan umpan balik dari dunia ilmiah.























sumber:
http://susilwatiisah.blogspot.com/2012/11/contoh-proposal-kualitatif.html
Kristianawati, Ari. (Sumberharapan, 2009 April 2008). ” Masalah-Maslah Guru dalam Penggunaan Media”.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: ROSDAKARYA.
Mulyasa, E. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosda Karya.
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005, standar nasional pendidikan.
Rumampuk, 1988. “ Prinsip Pemilihan Media”. Internet.
Santayasa, I Wayan. 2007. “ Landasan Konseptual Media Pembelajaran” (makalah). Universitas Ghanesa.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA.